Seketika dunia Elise terasa runtuh. Ia tertegun mendengar pernyataan Jo bahwa wanita itu adalah kekasihnya. Pacar? Sejak kapan Jo suka sama dia? Apakah sebelum bertemu denganku? Apakah berarti selama ini yang aku rasakan hanya imajinasiku saja? Tapi, kenapa dia nggak pernah cerita sama sekali? Pikir Elise.
Elise menyambut tangan Freya ragu-ragu. "W-wow...selamat ya. K-kapan kalian jadian? Kenapa kamu nggak pernah cerita ke aku soal dia?" Elise memaksakan senyumnya demi menutupi keterkejutannya.
"Maaf, ya, aku nggak pernah cerita ke kamu karena waktu itu aku masih nggak yakin soal perasaanku ke Freya. Sebenernya aku udah lama suka sama Freya. Tapi, karena aku masih belum yakin soal perasaanku itu maka selama beberapa bulan terakhir ini aku berusaha buat ngeyakinin diriku yang aku rasain ke Freya ini beneran atau nggak. Setelah aku yakin, akhirnya aku bikin keputusan buat nyatain perasaanku ke Freya semalam."Â
Di akhir kalimatnya Jo menatap Freya dengan tatapan dan senyum lembut penuh kasih dan menggenggam tangan Freya. "BTW, makasih, ya, El, selama ini mau nemenin aku tiap aku butuh kamu. Kalau nggak ada kamu aku nggak bakal tahu gimana caranya bahagiain pasangan."
Elise tercekat mendengarnya. Rasa sakit di dadanya semakin menjadi-jadi. Matanya mulai terasa panas, namun ia berusaha untuk menahannya agar air matanya tak jatuh saat sedang berada di depan mereka. Ia mengepalkan tangannya sekuat mungkin untuk meredam amarahnya. Ia benar-benar tidak pernah menyangka bahwa selama ini Jo hanya akan memanfaatkannya demi wanita lain.Â
Semua perhatian dan pujian Jo untuknya hanya semata karena Jo menghargai usahanya, bukan karena ia tertarik padanya. Ia ingin segera pulang dan mengutuki dirinya sendiri karena terlalu berharap bahwa Jo akan menyukainya. Nyatanya bahkan saat ini Jo tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap Elise. Ia tidak bisa berlama-lama lagi di sini, ia tidak bisa lagi menahan amarah saat melihat pasangan baru itu.
Elise bangkit dari kursinya dan berbohong pada mereka bahwa ibunya sedang membutuhkan bantuannya di rumah. Jo terlihat sedikit kecewa dengan kepergian Elise, namun ia tidak berusaha untuk menahannya. Sesaat setelah Elise keluar dari kafe itu Jo kembali bermesraan dengan Freya.
Sepanjang perjalanan pulang Elise menggigit bibir dalamnya hanya demi agar air matanya tak jatuh di depan banyak orang, namun usahanya gagal karena semakin ia berusaha untuk menahan semakin deras air matanya membanjiri pipinya. Dan sepanjang perjalanan pula ia terus mengutuki dirinya sendiri karena kebodohannya yang mengabaikan nasehat teman dekatnya itu.
"Dasar bodoh!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H