Mohon tunggu...
DNA HIPOTESA
DNA HIPOTESA Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

Discussion and Analysis merupakan sebuah divisi di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) yang berada di bawah naungan Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB University. Divisi DNA berfokus dalam mengkaji isu-isu perekonomian terkini baik Indonesia maupun global. As written in the name, we are here to produce valuable analysis of the economy, while building a home for healthy economic discussions. All of this is aimed to build critical thinking which is paramount in building a brighter future for our economy.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kelas Menengah: Pilar atau Sapi Perah Perekonomian Indonesia

1 Oktober 2024   11:37 Diperbarui: 1 Oktober 2024   11:41 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Kemenkeu, CEIC, dan KAI Commuter

Sumber : susenas 2020
Sumber : susenas 2020

Dari diagram tersebut ditunjukkan bahwa rata-rata rasio konsumsi dengan pendapatan untuk tahun 2020 pada kalangan menengah yaitu D5 hingga D8 mengalokasikan sekitar 73.56% pendapatan mereka hanya membiaya konsumsi mereka baik itu makanan ataupun bukan makanan, Alokasi tersebut menunjukkan bahwa kelas menengah harus menghabiskan sebagian besar penghasilan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. hal ini juga menunjukkan bahwa sedikit sekali dari pendapatan mereka yang tersisa untuk ditabung, diinvestasikan, atau digunakan untuk kegiatan lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka untuk jangka panjang. dan juga dengan mayoritas pendapatan yang digunakan hanya untuk konsumsi, kelas menengah rentan terhadap perubahan biaya hidup, seperti inflasi harga barang, makanan, atau kebutuhan pokok lainnya. 

Jika suatu waktu terjadi kenaikan harga yang signifikan, maka kelas menengah akan semakin tertekan terutama dalam mengelola pengeluaran mereka, dan berimplikasi pada kesejahteraan mereka yang bisa saja menurun. serta proporsi pengeluaran yang begitu besar untuk konsumsi menunjukkan bahwa kemampuan kelas menengah untuk memiliki tabungan atau investasi memiliki ruang yang terbatas. Hal ini dapat memperlambat mobilitas sosial mereka karena minimnya cadangan untuk menghadapi risiko ekonomi atau untuk berinvestasi dalam pendidikan, kesehatan, atau bisnis.

Peran Subsidi Pemerintah yang Seringkali Mengabaikan Kelas Menengah

 Subsidi pemerintah kerap dianggap sebagai jaring pengaman sosial yang vital bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, di banyak kasus, kebijakan ini justru mengabaikan kelas menengah, yang juga memainkan peran penting dalam perekonomian. Salah satu contoh yang relevan adalah penerapan subsidi pada layanan Kereta Rel Listrik (KRL). Meskipun subsidi ini dirancang untuk meringankan beban biaya transportasi bagi masyarakat luas, implementasi subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) berpotensi memperlebar ketimpangan di antara pengguna transportasi. Kelompok kelas menengah yang berada di ambang batas penerimaan subsidi mungkin justru menjadi korban dari kebijakan ini. Mereka yang pendapatannya sedikit di atas kriteria penerima subsidi tidak lagi berhak atas tarif KRL yang lebih terjangkau, meskipun mereka juga masih membutuhkan dukungan tersebut untuk menjaga keseimbangan keuangan mereka. Dengan penghasilan yang tidak cukup tinggi untuk menanggung pengeluaran transportasi yang lebih mahal, namun juga tidak cukup rendah untuk memenuhi syarat penerima subsidi, kelompok ini terjebak dalam dilema yang sulit. Kebijakan yang tidak memperhitungkan keberadaan mereka dapat meningkatkan beban finansial kelas menengah, mengurangi daya beli, dan mempersempit ruang gerak ekonomi mereka.

sumber: Kemenkeu, CEIC, dan KAI Commuter
sumber: Kemenkeu, CEIC, dan KAI Commuter

Tekanan terhadap kelas menengah ini memiliki dampak yang lebih luas pada struktur ekonomi secara keseluruhan. Kelompok kelas menengah memainkan peran ganda sebagai konsumen utama dan penyumbang pajak yang signifikan. Jika biaya hidup, termasuk biaya transportasi, meningkat tanpa ada kebijakan yang memperhatikan kebutuhan mereka, kelas menengah mungkin dipaksa untuk mengurangi konsumsi dan menunda pengeluaran penting lainnya. Hal ini pada akhirnya dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Penerapan subsidi yang hanya fokus pada kelompok masyarakat termiskin, tanpa mempertimbangkan dinamika kebutuhan kelas menengah, berisiko memperburuk kesenjangan sosial dan menurunkan daya saing ekonomi secara keseluruhan. Lebih dari itu, kebijakan yang tidak memperhatikan mereka dapat memicu ketidakpuasan sosial yang lebih luas, serta mendorong peralihan dari transportasi umum ke kendaraan pribadi,

Strategi Pemerintah untuk Meningkatkan Angka Kelas Menengah

Pemerintah Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan dalam menekan penurunan angka kelas menengah akibat dampak pandemi COVID-19, termasuk fenomena "long covid" yang mempengaruhi perekonomian nasional. Strategi pemerintah ini juga didukung oleh langkah Kementerian Ketenagakerjaan, yang berupaya memastikan masyarakat tetap mendapatkan jaminan sosial guna melindungi kesejahteraan mereka. Namun, selain itu, ada sektor penting lainnya yang mendapat perhatian serius, yaitu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak besar bagi perekonomian Indonesia, di mana banyak pelaku UMKM terpaksa menghentikan operasional mereka. Namun, pemerintah terus berupaya merangsang sektor ini dengan berbagai kebijakan, termasuk strategi e-marketing melalui media sosial dan e-commerce. Langkah ini terbukti efektif dalam membantu UMKM untuk memperluas pangsa pasar dan memasarkan produk mereka di tengah keterbatasan mobilitas pasca pandemi. Peran strategis UMKM dalam perekonomian nasional tak bisa diabaikan, terutama karena sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.

Dalam upaya mendorong pertumbuhan kelas menengah, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi yang menyasar UMKM, seperti pemberian subsidi bunga dalam pembiayaan ekspor melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan ini bertujuan meringankan beban pelaku UMKM dengan menurunkan bunga kredit dari 22-23 persen menjadi 12 persen, sehingga memungkinkan UMKM untuk berkembang lebih cepat dan meningkatkan daya saing mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun