Mohon tunggu...
DNA HIPOTESA
DNA HIPOTESA Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

Discussion and Analysis merupakan sebuah divisi di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) yang berada di bawah naungan Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB University. Divisi DNA berfokus dalam mengkaji isu-isu perekonomian terkini baik Indonesia maupun global. As written in the name, we are here to produce valuable analysis of the economy, while building a home for healthy economic discussions. All of this is aimed to build critical thinking which is paramount in building a brighter future for our economy.

Selanjutnya

Tutup

Money

Coldplay in Jakarta: Sebuah Perspektif Ekonomi

5 Juni 2023   03:48 Diperbarui: 5 Juni 2023   14:21 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel 1. Estimasi Harga dan Kuantitas Tiket/Dok Pribadi

Lima bulan berlalu, dan 2023 telah diisi dengan beberapa konser musik internasional kelas atas di Indonesia. Dimulai dengan boyband 90an Westlife di awal tahun, hingga kedatangan Blackpink yang telah lama ditunggu-tunggu pada bulan Maret lalu. 

Dan sekarang, salah satu nama terbesar di industri musik akan datang untuk memainkan hits terbesar mereka, tidak lain mereka adalah grup musik rock asal Inggris yaitu Coldplay. 

Publikasi seputar kedatangan mereka tentu saja tidak kecil. Hanya dalam satu jam setelah pengumuman rencana konser mereka pada 15 November mendatang, ratusan ribu orang berduyun-duyun pergi ke twitter untuk berbicara tentang topik yang hangat ini. 

Tanggapan tentang konser pun berbeda-beda di antara masyarakat, banyak yang sangat bersemangat, beberapa menginginkan tiket yang lebih murah, dan ada juga yang sedih karena tidak bisa datang. Sebuah konser seperti ini memiliki banyak implikasi ekonomi, dan hari ini kita akan melihat beberapa di antaranya. Untuk memulai, mari kita bahas tentang tiket.

Harga Tiket dan Diskriminasi Harga

Promotor konser tersebut, PK Entertainment menawarkan sebelas kategori tiket, dengan harga mulai dari Rp 800.000 hingga Rp 11.000.000 untuk varian Ultimate Experience. Tiket ini dijual selama dua hari, pre-sale pada 15 Mei dan public on-sale pada 19 Mei. Penjualan tersebut menghasilkan antrean virtual terbesar yang pernah ada dalam sejarah platform tiket Loket, sebesar 1,7 Juta antrean. 

Berlawanan dengan hukum satu harga, ketika sebuah entitas menjual barang yang sama tetapi memberikan harga yang berbeda-beda, praktik ini dikenal dengan nama diskriminasi harga. Dalam hal tiket konser, kita akan melihat keadaan berdasarkan dua sisi. Pertama, jenis diskriminasi yang diterapkan dan kemudian kita akan membahas implikasi diskriminasi harga pada penjualan tiket.

Diskriminasi harga datang dalam tiga bentuk. Yang pertama disebut diskriminasi harga derajat pertama. Ini terjadi saat perusahaan mengenakan harga pada tingkat maksimum yang bersedia dibayar oleh setiap pelanggan, itulah sebabnya jenis diskriminasi ini sering disebut diskriminasi harga sempurna. Diskriminasi harga tingkat kedua adalah ketika perusahaan membuat perbedaan harga berdasarkan kuantitas yang diminta oleh konsumen. Contohnya adalah harga yang lebih murah ketika Anda membeli barang-barang jenis tertentu dalam jumlah besar. 

Diskriminasi harga tingkat ketiga adalah yang paling dekat dengan kategori tiket konser. Dalam bentuk diskriminasi harga ini, perusahaan memisahkan harga mereka berdasarkan beberapa jenis pasar tertentu yang dapat diidentifikasi. 

Dalam hal tiket konser, menjual tiket untuk tempat duduk yang berbeda di tempat yang sama dengan harga yang sangat berbeda dapat dikaitkan dengan diskriminasi harga (Courty et al., 2009). Lantas, bagaimana penerapan diskriminasi harga pada harga tiket mempengaruhi pendapatan penjualan? 

Sebuah studi menarik yang sempat disebutkan diatas oleh (Courty et al., 2009), meneliti hal ini secara empiris. Setelah mengontrol heterogenitas, mereka menemukan bahwa konser musik yang menerapkan jenis tiket satu harga, secara rata-rata mengalami penurunan pendapatan sebesar 5% dibandingkan dengan acara yang menawarkan kategori tempat duduk berbeda dengan harga berbeda, sangat menarik tentunya. Sekarang, mari kita lihat situasi sebenarnya, mari kita bicara tentang pendapatan tiket yang sebenarnya.

Pendapatan Dari Tiket

Kita pun masuk ke bagian yang menyenangkan, mari kita perkirakan berapa pendapatan yang akan diterima oleh promotor konser. Pertama kita akan mulai dengan beberapa asumsi.

Tabel 1. Estimasi Harga dan Kuantitas Tiket/Dok Pribadi
Tabel 1. Estimasi Harga dan Kuantitas Tiket/Dok Pribadi

Pada tabel di atas, telah dibuat beberapa asumsi untuk penjualan tiket. Ada 71.000 tiket terjual dengan pembagian jumlah secara lengkap tertera pada gambar di atas. 

Angka-angka ini didapatkan berdasarkan peta tempat duduk Gelora Bung Karno, tempat konser tersebut akan dilaksanakan. Karena harga yang tercantum sebelum pajak, kita akan menghitung pendapatan dengan rumus Harga dikalikan dengan Kuantitas barang. 

Dan dari semua itu kita akan diperoleh pendapatan sebesar Rp 217 Miliar. Kita juga bisa menghitung pendapatan dengan mengalikan rata-rata harga tiket dengan jumlah tiket yang terjual (71.000). Dengan harga tiket rata-rata Rp 3,25 Juta, pendapatan promotor berkisar pada Rp 280 Miliar.

Kita kemudian dapat menggunakan salah satu angka pendapatan yang baru saja kita hitung (saya akan menggunakan angka yang pertama karena lebih representatif) untuk memperkirakan pendapatan pemerintah dari pajak. 

Pemerintah membebankan pajak 15% untuk semua jenis tiket, yang berarti akan didapatkan penghasilan manis Rp 32 Miliar. Pendapatan pemerintah pun belum berakhir disini. 

Dengan menggunakan Gelora Bung Karno (GBK) sebagai tempat penyelenggaraan acara, pemerintah juga akan mendapatkan pemasukan tambahan. Biaya harian sewa GBK untuk arena dan tribun dipatok Rp 750 Juta/hari untuk hari kerja dan Rp 850 Juta/hari di weekend. 

Mari kita asumsikan promotor akan menyewa tempat tersebut selama 12 hari (mendekati dengan jumlah hari sewa yang diterapkan konser Blackpink di bulan Maret). Mereka akan mendapatkan tiga harga akhir pekan dan sembilan harga hari kerja. Setelah perkalian sederhana, pemerintah akan menyimpan pendapatan sebesar Rp 9,3 Miliar.

Selanjutnya, seberapa besar pengaruh semua ini terhadap perekonomian? Tentunya tidak sebanyak itu. Selain pendapatan yang disebutkan untuk pemerintah, saluran lain yang dapat mempengaruhi ekonomi meliputi, kedatangan wisatawan dari luar daerah dan peningkatan konsumsi penonton konser. Ini bisa berupa kamar hotel, makanan, dan pakaian. Data pasti untuk hal seperti ini biasanya sulit didapat, dan salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas secara statistik adalah dengan melihat PDB daerah. Setelah peristiwa sebesar ini pun Anda tidak akan melihat lonjakan besar dalam aktivitas ekonomi.

Opportunity Cost Menghadiri Konser

Sekarang bagaimana jika Anda termasuk di antara 70.000+ orang yang berhasil mendapatkan tiket Coldplay? Apa implikasi dalam hidup Anda terkait keseluruhan tindakan yang Anda ambil dari proses membeli tiket hingga mendatangi konser secara langsung? Kita akan menyelidiki masalah ini dengan konsep Opportunity Cost. Opportunity Cost adalah biaya untuk memilih sesuatu, atau Anda juga dapat menganggapnya sebagai potensi keuntungan yang akan Anda dapatkan jika memilih opsi lain. 

Dalam kasus tiket Coldplay kita dapat melihat hal ini dari dua jenis biaya. Biaya waktu yang dihabiskan, dan biaya pengeluaran uang untuk tiket. Mari kita mulai dengan yang terakhir, apa pilihan Anda selain membeli tiket varian Ultimate Experience? Menganalisis ini dengan data historis, katakanlah Anda memutuskan untuk mengkonversi uang Anda ke Dollar AS (USD) dengan harapan mendapatkan margin yang baik dalam enam bulan ke depan. Kita akan melakukan analisis berdasarkan kinerja USD tahun lalu pada periode ekonomi yang sama (Mei-November) relatif terhadap Rupiah. 

Jika Anda membeli USD senilai $754 dari harga tiket Rp 11 Juta pada bulan Mei, dan mengubahnya kembali ke rupiah saat bulan November tiba, Anda akan mendapatkan margin 8% dari perdagangan Anda. Sekali lagi, angka ini dari kinerja USD tahun lalu (bukan tahun ini karena tentunya belum terjadi). 8% itu berarti sekitar Rp 860.000, cukup bagi Anda untuk membeli satu tiket CAT 8 (opsi termurah) Coldplay, keren!

Tentu saja, tidak akan selalu indah jika Anda menaruh uang Anda di aset lain. Salah satu contoh yang sangat bagus adalah dengan Bitcoin. Dengan menggunakan metode yang sama untuk menghitung keuntungan Anda seperti USD di atas, jika Anda membeli Bitcoin senilai Rp 11 Juta pada bulan Mei, dan menjualnya pada bulan November, Investasi anda hanya akan bernilai sebesar 46% dari nilai awalnya, sisa uang anda adalah sekitar Rp 5 Juta. Anda juga dapat memberikan argumentasi terhadap berbagai aset yang tidak disebutkan di atas. Anda dapat berinvestasi dengan membeli kamera sendiri dan memulai saluran youtube, Anda dapat membeli sepeda motor dan menjualnya kembali untuk mendapatkan lebih banyak uang, Anda juga dapat membeli jenis komoditas lain seperti emas, Anda bahkan dapat membeli tiket Coldplay dan menjualnya tiga kali lipat dari yang Anda bayarkan, opsi menaruh uang anda tidak ada akhirnya. Namun pada esensinya, konsep inti dari Opportunity Cost berada pada aspek subjektivitas antar individu. Setiap orang memiliki preferensi yang berbeda. Hal yang sama juga berlaku dengan Opportunity Cost tentang waktu. Mana yang lebih Anda sukai, menghabiskan hampir tiga jam membaca buku kesukaan Anda atau berteriak sepenuh hati untuk lirik Coldplay?

Apa yang Telah dipelajari

Dan itulah panduan bagi para ekonom tentang konser Coldplay di Jakarta. Telah kita pahami bahwa tiket konser seringkali memanfaatkan taktik diskriminasi harga agar dapat menjangkau lebih banyak orang, yang pada gilirannya dapat menghasilkan lebih banyak pendapatan. Hal penting lain yang sudah di diskusikan yaitu, efek dari konser skala ini tidak terlalu besar, relatif terhadap keseluruhan aktivitas ekonomi suatu wilayah. Namun konser seperti ini masih membawa pendapatan yang sehat bagi pemerintah kita. Terakhir, dalam hal menghadiri konser itu sendiri, Opportunity Cost memberitahu kita bahwa setiap orang memiliki preferensi yang berbeda. Dengan demikian, keputusan seseorang untuk membeli atau tidak membeli tiket tidak pernah merupakan pilihan yang mutlak baik atau buruk, namun secara subyektif diukur oleh pandangan masing-masing individu.

Referensi

Courty, P., & Pagliero, M. (2012, February). The Impact of Price Discrimination on Revenue: Evidence from the Concert Industry. The Review of Economics and Statistics, 94(1), 359-369. https://www.jstor.org/stable/41349181

Gokil! Promotor BLACKPINK Keluar Duit Rp 10 M Sewa GBK. (2023, March 12). CNBC Indonesia. Retrieved June 2, 2023, from https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230312161911-33-420987/gokil-promotor-blackpink-keluar-duit-rp-10-m-sewa-gbk

Pop artists can earn more by pricing tickets smartly. (2009, February 4). CEPR. Retrieved June 3, 2023, from https://cepr.org/voxeu/columns/pop-artists-can-earn-more-pricing-tickets-smartly

Snyder, C., & Nicholson, W. (2008). Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions. Cengage Learning.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun