Pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo mengesahkan UU Tax Amnesty No. 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak.Â
Kebijakan tax amnesty tahun 2016 dicanangkan kembali dengan beberapa alasan, yaitu;1) banyaknya harta milik wajib pajak baik di dalam maupun luar negeri yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan; 2) meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kepatuhan dan kesadaran wajib pajak; 3) kasus panama papers tentang praktik tersembunyinya harta kekayaan serta penghindaran pembayaran pajak di luar kelaziman. (Pravasanti, 2018).Â
Setelah enam tahun lamanya, kebijakan tax amnesty kembali diberlakukan di awal tahun 2022. Tax amnesty tahun ini dilatarbelakangi karena sebagian masyarakat yang belum serta enggan melaporkan pajaknya akibat masyarakat kesulitan menghitung Pajak Penghasilan (PPN).Â
Selain itu, kebijakan ini bertujuan untuk menghapus denda keterlambatan pembayaran pajak, dan menarik uang dari wajib pajak yang diduga menyimpan hartanya secara rahasia di negara-negara bebas pajak.Â
Berkaitan dengan hal tersebut peneliti mencoba untuk mengangkat dan mengulas mengenai dampak Tax Amnesty, dan perlukah Tax Amnesty Jilid II diterapkan kembali untuk menggenjot penerimaan pajak pada tahun yang akan datang.
Dilansir dari laman pajak.go.id, Pengampunan Pajak atau tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak.Â
Kewajiban perpajakan yang mendapatkan Pengampunan Pajak terdiri atas kewajiban Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini mulai berlaku pada 1 Januari 2022 dan berakhir pada 30 Juni 2022. Harus dicatat bahwa penghapusan sanksi administratif ini hanya berlaku bagi  harta yang belum tercatat oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Secara umum, PPS bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Agar membayar pajak menjadi suatu hal yang 'menarik' bagi masyarakat, Pemerintah pun mengadakan PPS.Â
Penerimaan ini pun diharapkan dapat menjadi kontributor positif terhadap kemajuan perekonomian Indonesia. Selain itu Kementerian Keuangan juga mengatakan bahwa, ada beberapa tujuan dan manfaat utama dari diadakannya PPS.Â
Yang pertama diharapkan dapat Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui Repatriasi Aset, yang ditandai dengan peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan Suku Bunga, dan peningkatan investasi. Selain itu Perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif dan terintegrasi juga merupakan tujuan dari PPS.