Konon katanya, Millenial masa kini sangat sulit memiliki rumah atau hunian sendiri. Krisis hunian di kalangan milenial ini menjadi salah satu tantangan besar di Indonesia. Wajar saja fakta ini menjadi nyata melihat tingginya harga properti, minimnya akses terhadap pembiayaan perumahan, dan kebutuhan untuk tinggal di kawasan strategis semakin memperrumit kondisi ini. Kenaikan harga rumah setiap tahun meningkat 2,72 % (persen) sampai 4,45 persen per tahun. Meningkatnya permintaan properti seperti perumahan-perumahan juga menjadi faktor penyebab harga tanah terus naik dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh perkembangan properti yang terus meningkat. Saat ini hampir semua jenis rumah diminati masyarakat, mulai dari rumah subsidi maupun rumah komersial terutama yang berlokasi di kawasan strategis. Semakin strategis letak tanah maka semakin tinggi juga harga jualnya. Misalnya sebidang tanah yang berada di kawasan pusat kota dan bisnis serta mendukung seperti tersedianya fasilitas umum seperti kawasan perkantoran, transportasi umum, pusat pembelanjaan dan fasilitas penunjang lainnya (Savitri and Riandi 2024).
Sebenarnya ada banyak alasan mengapa milenial bisa dihadapkan dengan kondisi in, seperti : 1) Harga properti yang tinggi. Nilai properti meningkat jauh lebih cepat dibandingkan pendapatan rata-rata; 2)Minimnya tabungan. Banyak milenial yang kurang aware terhadap tabungan pribadi, meskipun hanya sekedar uang muka untuk KPR saja kadang milenial belum mampu; 3) Prioritas gaya hidup. Karena fleksibilitas dan mobilitas yang sangat tinggi milenial justru memilih untuk menyewa dibandingkan membeli hunian sendiri; 4) Ketimpangan urbanisasi. Konsetrasi lapangan pekerjaan di kota besar membuat permintaan hunian ikut meningkat pada kawasan perkotaan.
Selain itu, dilihat dari pertumbuhan penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan, sehingga berimbas pada kebutuhan lahan. Ketimpangan distribusi penduduk di berbagai daerah menjadi tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan, termasuk penyediaan lahan bagi masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada September 2024 lalu diperkirakan mencapai 281.60 juta jiwa. Dalam kurun waktu 2020-2024, rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,11 persen pertahun. Hal ini menggambarkan pentingnya perencanaan yang baik untuk memenuhi kebutuhan lahan di masa mendatang.
Dengan semakin sulitnya memperoleh tanah untuk pembangunan berbagai keperluan dan melonjaknya harga tanah, salah satu kebijakan yang dapat dijadikan solusi adalah konsep bank tanah, sehingga keberadaan Badan Bank Tanah dalam perspektif hukum memerlukan klarifikasi dan pengaturan secara yuridis yang baik dan tepat agar dapat benar-benar mencapai tujuan dari pemerintah untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia.
Bank tanah adalah entitas pemerintah atau nirlaba yang mengumpulkan, mengelola sementara, dan membuang tanah kosong. Alasan pembentukan Bank Tanah di Indoensia adalah untuk meningkatkan konsolidasi tanah dalam mengembangkan produktifitas tanah untuk kepentingan masyarakat umum (Situngkir and Artati 2022). Pembentukan Bank Tanah berangkat dari tantangan pengadaan tanah saat ini, terutama karena tanah telah menjadi komoditas strategis yang diperdagangkan secara bebas. Liberalisasi tanah menyebabkan harga melonjak akibat ulah spekulan, menghambat proyek pemerintah, khususnya dalam membangun infrastruktur. Di kota-kota besar, tanah diperdagangkan di pasar yang sulit diatur karena kurangnya strategi kebijakan pertanahan yang efektif (Bukido, Lahilote, and Irwansyah 2021).
Konsep bank tanah telah ditetapkan pada beberapa negara seperti Kolombia, Korea Selatan, Belandan dan beberapa negara lainnya. Di Belanda, konsolidasi lahan berjalan seiring dengan praktik bank tanah. Pada Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyatakan bahwa "institusi bank tanah ialah lembaga eksklusif (sui generis) yang mengatur tentang tanah. Kekayaan lembaga bank tanah ialah kekayaan negeri yang dipisahkan. lembaga bank tanah berperan melakukan pemograman, akuisisi, logistik, pengurusan, eksploitasi, serta pembagian tanah". Bank tanah sebagai Sui Generis memiliki tujuan untuk memberikan jaminan tersedianya tanah bagi pembangunan Indonesia (Situngkir and Artati 2022). Lembaga yang berwenang bersifat ad hoc dan merupakan dewan nasional yang terdiri dari beberapa kementerian atau lembaga yang menjalankan tupoksi masing-masing dalam satu rencana pembangunan kawasan yang disepakati bersama. Kelembagaan ini bersifat non-profit yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan (Tampi 2021). Bank Tanah di Indonesia menggunakan skema pembiayaan yang bersumber dari pembiayaan pemerintah yang berasal dari anggaran pemerintah.
Bank tanah berperan penting dalam mengelola dan memanfaatkan tanah secara nasional, khsusunya untuk memastikan pengelolaan lahan yang optimal demi kemakmuran masyarakat. Konsep ini telah berhasil diterapkan di berbagai negara maju untuk menangani tanah terlantar, tanah yang ditinggalkan kosong atau tidak produktif yang masih memiliki potensi dan mengubahnya menjadi lebih produktif dan bermanfaat. Sebagai bagian dari amanat Pasal 33 UUD 1945, Bank Tanah harus dikelolah secara adil, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.
Dalam hal ini, Bank Tanah harus menyejahterakan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya tanah secara optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan. Karenanya, kegiatan bank tanah tidak diperbolehkan mengabaikan kepentingan rakyat, yakni kemakmuran bersama. Dalam rangka mengakomodasi penerapan bank tanah, maka perlunya regulasi yang mengatur secara spesifik dalam bentuk kebijakan strategis.
Jika merujuk masalah kepemilikan tanah di Indonesia sudah diatur melalui Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Sebagai wujud nyata dari Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 tersebut, kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang- Undang Pokok Agraria. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa: "Bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat", yang mana pasal tersebut tak lain merupakan embrio lahirnya Hak Menguasai Negara (HMN) (Tampi 2021).
Permasalahan seperti data nominatif yang tidak akurat, nilai ganti rugi yang tidak sesuai, kesalahan administrasi, intimidasi pelaksana, dan markup objek ganti rugi kerap muncul dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Bank Tanah diharapkan dapat mengantisipasi persoalan ini dengan menyediakan tanah lebih awal untuk pembangunan. Konsep ini mendukung kebijakan pertanahan, pengembangan wilayah secara efektif, serta pengendalian penguasaan dan pemanfaatan tanah yang adil. Bank Tanah juga mampu membantu pemerintah dalam menghemat anggaran, khususnya terkait ganti rugi tanah kepada masyarakat. Dengan penerapan konsep ini, penyediaan tanah untuk pembangunan bisa berjalan lebih efisien, menjawab masalah pengadaan lahan, dan memastikan pembangunan yang lebih terstruktur.
Praktek bank tanah dibutuhkan dalam pelaksanaan konsolidasi tanah guna mempercepat pelaksanaan dan mempermudah proses akuisisi tanah. Lembaga yang berwenang bersifat ad hoc dan merupakan dewan nasional yang terdiri dari beberapa kementerian atau lembaga yang menjalankan tupoksi masing-masing dalam satu rencana pembangunan kawasan yang disepakati bersama. Kelembagaan ini bersifat non-profityang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Daya guna dari konsep bank tanah ini sangat besar jika diterapkan di Indonesia, terutama diperuntukkan bagi tanah-tanah terlantar yang jumlahnya sangat banyak dan tidak mampu dikelola dengan baik oleh Pemerintah karena minimnya sumber daya manusia yang kompeten di bidang tersebut.
Nilai Keadilan Bank Tanah :
Terkait prinsip keadilan menurut John Rawls, yang menekankan hak atas kebebasan dasar dan pengaturan perbedaan untuk kondisi kondusif, pendekatan tersebut harus disesuaikan dengan cita hukum Indonesia. Peraturan bank tanah tidak boleh hanya berlandaskan prinsip hak individu, melainkan harus mengutamakan nilai kekeluargaan, dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman moral, keadilan, dan kesejahteraan. Dalam teori Aristoteles, keadilan kumulatif menekankan persamaan hak, seperti redistribusi tanah yang memberi kesempatan kepada petani untuk memiliki tanah. Praktik bank tanah juga menciptakan persamaan kedudukan antara pemerintah dan masyarakat, termasuk dalam kesepakatan harga tanah. Sementara itu, keadilan distributif memberikan perlakuan berbeda berdasarkan kelebihan tertentu. Dalam praktik bank tanah, ini dapat diwujudkan melalui insentif seperti pembebasan pajak penghasilan untuk tanah yang diakuisisi, seperti kebijakan di Amerika yang mendukung pemilik tanah sebagai objek bank tanah.
Nilai Kepastian Hukum Bank Tanah :
Kepastian hukum, menurut Sudikno Mertokusumo, adalah perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang sehingga seseorang bisa mendapatkan apa yang diharapkan dalam kondisi tertentu. Hal ini menyangkut hubungan hukum antara warga negara dan negara, yang memerlukan aturan sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Sementara itu, Jan Michiel Otto menekankan bahwa kepastian hukum tercapai jika aturan hukum mencerminkan kebutuhan dan budaya masyarakat, yang akan menciptakan keharmonisan antara negara dan rakyat. Bank tanah mencerminkan kebutuhan ini dengan menentukan harga tanah berdasarkan nilai pasar sebelum tanah dibutuhkan untuk pembangunan.
Selain keadilan dan kepastian hukum, hukum juga bertujuan menciptakan kemanfaatan, seperti yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham. Kemanfaatan berarti hukum dan negara harus membawa kebahagiaan bagi mayoritas rakyat. Dalam konteks Indonesia, bank tanah menjadi solusi mendesak untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan, kenaikan harga tanah, dan ketidakmampuan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki tanah. Banyak petani masih berada dalam kemiskinan karena tidak memiliki lahan sendiri, sehingga hanya menjadi pekerja di tanah milik orang lain.
Pendirian Bank Tanah adalah langkah strategis pemerintah untuk menyediakan tanah bagi kepentingan umum dan masyarakat yang membutuhkan. Untuk kepentingan umum, lembaga ini mempermudah pengadaan tanah untuk fasilitas seperti jalan, rumah sakit, dan perumahan rakyat tanpa melibatkan proses pengadilan yang panjang, seperti keberatan nilai ganti rugi (Rojiun, Arba, and Muhaimin 2022). Menteri ATR/BPN menekankan bahwa Bank Tanah bertujuan mendukung investasi, perumahan rakyat, reforma agraria, dan pembangunan fasilitas umum. Bank Tanah berwenang mengelola tanah terlantar dan melakukan fungsi perencanaan, pengadaan, pengelolaan, hingga distribusi tanah sesuai UU Cipta Kerja.
Bank Tanah dapat memprioritaskan distribusi tanah untuk pembangunan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan mendukung program subsidi perumahan seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dan BP3BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan). Untuk milenial, Bank Tanah dapat bersinergi dengan kebijakan pemerintah, seperti menyediakan lahan terjangkau untuk perumahan dekat kawasan kerja atau transportasi publik. Pendekatan ini membantu mengatasi keterbatasan akses perumahan bagi generasi muda dengan memanfaatkan instrumen perencanaan lahan dan kebijakan subsidi yang ada.
Penyediaan tanah ini tentunya memiliki dampak sosial yang signifikan. Pertama, hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasil rendah dengan memberikan akses hunian layak yang terjangkau, menciptakan lingkungan yang lebih sehat, dan mengingkatkan stabilitas sosial. Kedua, langkah ini mendukung program pengentasan kemiskinan melalui penyediaan tempat tinggal yang layak, sehingga masyarakat dapat fokus pada mengembangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan mereka tanpa terbebani oleh masalah tempat tinggal.
***
Referensi :
Badan Pusat Statistik Indonesia. (28 Februari 2024). Statistik Indonesia 2024. Diakses pada 22 Januari 2025, dari https://www.bps.go.id/id/publication/2024/02/28/c1bacde03256343b2bf769b0/statistik-indonesia-2024.html
Badan Pusat Statistik Indonesia. (13 Desember 2024). Statistik Mobilitas Penduduk dan Tenaga Kerja 2024. Diakses pada 22 Januari 2025, dari https://www.bps.go.id/id/publication/2024/12/13/8264549bd1ccfccb993c3528/statistik-mobilitas-penduduk-dan-tenaga-kerja-2024.html
Bukido, Rosdalina, Hasyim Sofyan Lahilote, and Irwansyah Irwansyah. 2021. "Pengawasan Terhadap Bank Tanah: Urgensi, Kewenangan, Dan Mekanisme." Undang: Jurnal Hukum 4 (1): 191--211. https://doi.org/10.22437/ujh.4.1.191-211.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah
Rojiun, Muhammad Agung, Arba, and Muhaimin. 2022. "EKSISTENSI BANK TANAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DEMI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM." Jurnal Education and Developmen 10 (2).
Savitri, Reny, and Ririn Riandi. 2024. "KAJIAN PENATAAN KAVLING UNTUK PENGEMBANGAN RUMAH TINGGAL GENERASI MILENIAL DI PERUMAHAN BSD CITY (Studi Kasus: PERUMAHAN GRIYA LOKA SEKTOR 1.5 BSD CITY KOTA TANGERANG SELATAN)." Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, September.
Situngkir, Roma Tua, and Sri Untari Indah Artati. 2022. "PERBANDINGAN PENGATURAN BANK TANAH DI NEGARA INDONESIA DAN BELANDA." Reformasi Hukum Trisakti 4 (1): 23--32.
Tampi, Celline Gabriella. 2021. "PEMBENTUKAN BANK TANAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2020 DALAM RANGKA MENJAMINKESEJAHTERAAN MASYARAKAT." Lex Crimen 10 (11).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI