"Ada apa, Bram? Katakanlah sesuatu!"
Setelah hening beberapa saat, dengan ragu dia bertanya, "Berarti kamu tidak bisa melahirkan? Kau tahu sendiri, kan? Bagaimana Papa dan Mama?"
Pertanyaannya benar-benar seperti palu godam menghantam keras dadaku, merontokkan sendi-sendi kehidupanku. Aku perempuan tidak sehat! Kami berdua hanya bisa bungkam.
Atas rekomendasi salah satu saudaraku, aku mencoba pengobatan seorang sinshe. Beberapa kali datang dengan biaya sukarela, aku belum merasakan kemajuan. Akhirnya beliau bilang harus minum obat ramuan yang bahan-bahannya langsung dari Cina. Harganya membuatku mau pingsan. Satu resep sekitar 75 juta, padahal aku perlu tiga resep. Aku pun hanya mampu menjanjikan untuk mengabarinya lagi.
Nyawa rasanya melayang. Putus asa menyelimutiku. Dari mana uang yang begitu banyak? Meski sinshe bilang menebusnya secara bertahap. Berapa bulan gaji untuk menebus satu resep? Lalu keperluan lain?
Di tengah kegalauan, juga rasa sakit yang tak henti, HP-ku bergetar. Dari nomor Bram. Sekilas rasa nyeri menggores relung hatiku. Perasaan hati pun was-was. Kuterima sambungannya, dan ...Â
Pernyataannya membuatku seperti terbanting ke dasar palung jurang dari ketinggian bibir tebing yang curam.
Jakarta, 18 Maret 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI