Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Dulu Uang 50 Sen Bisa untuk Membeli Gado-gado

5 Januari 2025   08:35 Diperbarui: 5 Januari 2025   12:18 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koin 50 Sen berbahan aluminium, dicetak pada 1958, 1959, dan 1961 (Dokpri)

Setelah merdeka pada 1945, ternyata kita belum memiliki mata uang sendiri, baik uang kertas maupun uang logam.

Ketika itu masih berlaku koin Nederlandsch-Indie nominal Cent (berukuran kecil), 1 Cent (dikenal sebagai sen bolong), dan 2 Cent (dikenal sebagai benggol atau uang kerokan). 

Baru kemudian kita mengenal koin 1 Sen dengan bolongan di tengah. Koin ini bertahun 1952, dengan tulisan Arab, tentu dilengkapi dengan kata Indonesia. Bahannya aluminium dengan diameter 18 mm.

Koin ini beredar bersamaan dengan koin 5 Sen yang juga bolong di tengah. Koin ini berdiameter 22 mm. Tahun yang tercetak pada koin 1951, 1954, dan 1955.

Selanjutnya dicetak koin 10 Sen (1951, 1954, dan 1957) dan koin 25 Sen (1952, 1955, dan 1957). Koin 10 Sen berdiameter 24 mm dan 25 Sen berdiameter 26 mm.

Koin yang cukup besar dicetak pada 1958, 1959, dan 1961. Nominalnya 50 Sen dengan diameter 29 mm. Gambarnya tetap Garuda Pancasila seperti halnya koin 10 Sen dan 25 Sen.

Koin 50 Sen muncul pula dengan gambar Pangeran Diponegoro. Koin ini berbahan Cupro Nickel dengan diameter 20 mm. Tahun pencetakannya 1952, 1954, 1955, dan 1957.

Inilah koin dengan nominal terbesar yang pernah dikeluarkan Pemerintah RI. Setelah itu tidak ada lagi koin yang memakai kata Sen. Selanjutnya koin Rp 1 dikeluarkan pada 1970.

Koin 50 Sen bergambar Pangeran Diponegoro dicetak pada 1952, 1954, 1955, dan 1957 (Dokpri)
Koin 50 Sen bergambar Pangeran Diponegoro dicetak pada 1952, 1954, 1955, dan 1957 (Dokpri)

Beli gado-gado

Dulu nilai Sen cukup berarti, termasuk 1 Sen. Entah barang atau makanan apa yang bisa dibeli dengan nominal super kecil, untuk ukuran sekarang.

Saya coba tanya ke seorang kenalan, Ibu Halina. Ia berumur 80 tahun lebih. Pada 1952-1964 ia pernah tinggal di kawasan Bukit Duri, Jatinegara.

Di depan rumahnya ada seorang ibu, Mpok Iti namanya, jualan gado-gado. "Uang 50 Sen bisa beli dua bungkus gado-gado," katanya.

Koin 50 Sen koleksi pribadi (Dokpri)
Koin 50 Sen koleksi pribadi (Dokpri)

Ia juga mengingat pada 1963 ada krisis ekonomi. Ibu Halina harus antre di Toko Sandang Pangan untuk membeli beras dan minyak tanah.

Saya coba tanya ke perangkat pintar alias Meta AI. Katanya pada 1960 uang 50 Sen memiliki nilai yang cukup untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari. 

Katanya lagi, jika lihat dari nilai inflation rate dan daya beli mata uang pada 1960, maka uang 50 Sen pada saat itu setara dengan Rp 5.000--Rp 10.000 saat ini.

Meskipun sudah ditarik dari peredaran atau sudah tidak berlaku lagi sebagai alat transaksi, uang 50 Sen tetap digemari oleh sebagian kecil masyarakat sebagai benda koleksi.

Meskipun begitu harganya tidak mahal karena masih banyak sekali dijumpai di pasaran.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun