Kalau berbicara arkeologi, nama Mundardjito sulit dipisahkan dari ilmu masa lampau itu. Ia selalu semangat mengawal arkeologi dan memiliki prinsip kebenaran harus ditegakkan. Bicaranya selalu lembut namun terkesan lantang. Karena bicaranya yang blak-blakan itu ia kurang disenangi oleh lawan atau pihak yang mencoba mengganggu pelestarian arkeologi. Maklum, arkeologi hampir selalu bersinggungan dengan kegiatan masyarakat.
Sewaktu Gubernur DKI Jakarta dijabat Basuki TP atau Ahok, beliau selalu menyerahkan pendapat soal pembangunan tanggul atau keberadaan benteng kuno kepada Mundardjito. Ketika itu Mundardjito atau akrab dipanggil Pak Otti aktif di Tim Sidang Pemugaran (TSP) dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta.
Banyak pihak, tak terkecuali penguasa, 'gerah' dengan pendapat Mundardjito. Soal tinggalan arkeologi di situs Gunung Padang, ia selalu menentang kegiatan yang bertentangan dengan pelestarian. Ketika itu ada sebuah tim yang menerapkan metode penelitian baru. Maklum, penelitian ini bukan diinisiasi oleh pihak arkeologi, meskipun mereka melibatkan beberapa arkeolog. Nama tim itu sungguh keren.
Mundardjito bersuara keras, ia menentang penelitian yang tidak berwawasan pelestarian itu. Akibatnya ia dibungkam oleh penguasa, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia dilarang keras berkomentar, terutama kepada media. Akhirnya terbukti penelitian situs Gunung Padang mendapat tentangan internasional. Tulisan yang dipublikasikan oleh tim peneliti tadi ditarik karena penafsiran mereka dipandang mengada-ada.
Mundardjito seorang arkeolog yang juga pelestari. Ia sangat gigih menggaungkan pentingnya etika pelestarian cagar budaya. Pada 2022 hasil pemikiran Mundardjito dijadikan panduan oleh Kemendikbudristek.
Tiga buku
Hasil pemikiran Mundardjito tertuang dalam berbagai tulisan yang ia sampaikan pada berbagai kegiatan, seperti seminar, diskusi, dan lokakarya. Â Kumpulan tulisan Mundardjito ini dibuat dalam tiga buku. Buku I tentang pemikiran pengembangan arkeologi dan profesionalitas arkeolog Indonesia. Buku II tentang metode riset arkeologi dan manajemen sumberdaya budaya. Sedangkan Buku III tentang kedudukan arkeologi dalam pelestarian warisan budaya.
Peluncuran ketiga buku berlangsung di auditorium Gedung I FIB UI pada 8 Oktober 2024. Waktunya mengambil kelahiran Mundardjito pada 8 Oktober 1936. Beliau meninggal pada 2 Juli 2021. Acara bedah buku berlangsung dalam tiga sesi pada 8 Oktober 2024. Buku I dibicarakan oleh Dr. Wiwin Djuwita dengan penanggap Fitra Arda. Buku II dibicarakan oleh Dr. Wiwin Djuwita (menggantikan Prof. Cecep Eka Permana yang masih berkegiatan di Jambi) dengan penanggap Dr. Bondan Kanumoyoso. Sedangkan buku III dibicarakan oleh Dr. Junus Satrio Atmodjo dengan penanggap Dr. Supratikno Rahardjo.
Selain bedah buku, di koridor Gedung II FIB UI diadakan pameran aktivitas Mundardjito, termasuk koleksi pribadi beliau seperti cangklong, kamera, dan kartu semasa belajar di Yunani. Â Seminar dan pameran berlangsung hari ini 9 Oktober 2024 hingga siang hari.
Seluruh kegiatan berlangsung atas kerja sama Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya FIB UI, Kemendikbudristek, dan Inspirasi Intelektual Budaya Indonesia.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H