Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sumber Sejarah Nusantara Banyak Lapuk dan Rusak

17 September 2024   15:59 Diperbarui: 19 September 2024   16:04 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Naskah yang lapuk/kiri dan prasasti yang (di)rusak/kanan (Sumber: Materi Munawar Holil dan Ninie Susanti)

Begitulah cerita tentang prasasti yang diungkapkan Ibu Ninie Susanti dari Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI). Epigrafi memang sebutan untuk pengetahuan yang mempelajari prasasti, sementara pakarnya disebut epigraf.

Manuskrip bukan berupa teks (Sumber: Materi Munawar Holil)
Manuskrip bukan berupa teks (Sumber: Materi Munawar Holil)

Manuskrip

Kalau prasasti menggunakan bahan-bahan keras, manuskrip ditulis pada media yang berbahan lunak. Pak Munawar Holil dari Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara) mengatakan manuskrip berasal dari bahasa Latin manu (tangan) dan scriptum (tulisan). Jadi manuskrip adalah tulisan tangan. Sebagian orang menyebut manuskrip dengan naskah (kuno).

Tadinya orang menganggap bahwa manuskrip hanya berkenaan dengan karya sastra. Namun dari hasil penelaahan diketahui isi manuskrip berbagai macam, seperti sejarah, hukum adat, keagamaan, cerita kepahlawanan, bahkan pengobatan, ramalan, arsitektur, seni musik, seni tari, dan astronomi.

Manuskrip ditulis pada kertas, lontar, kulit kayu, bambu, daluwang, dan gebang. Sebagian besar manuskrip ditulis pada kertas dan masih dimiliki oleh masyarakat karena dianggap keramat sebagai tinggalan leluhur.

Bahkan ada manuskrip yang tidak boleh diperlihatkan kepada umum, kecuali untuk keluarga si pemilik manuskrip. Akibatnya banyak manuskrip rusak, baik dimakan rayap maupun oleh penyebab lain. Kerusakan pada manuskrip bisa dilihat pada foto dalam tulisan ini.

Naskah berbahan kulit kayu (Sumber: Materi Munawar Holil)
Naskah berbahan kulit kayu (Sumber: Materi Munawar Holil)

Ternyata manuskrip tidak hanya berupa teks. Ada juga manuskrip berisi simbol-simbol tertentu. Pak Munawar memperlihatkan beberapa manuskrip yang tergolong unik karena bentuknya, seperti sureq baweng yang berbentuk gulungan seperti pita kaset dan kutika yang memberi petunjuk tentang saat yang baik.

Pengetahuan yang mempelajari manuskrip disebut filologi, sementara pakarnya disebut filolog. Selain dari media atau bahan penulisan, perbedaan lain dari prasasti dan manuskrip menyangkut masa. Boleh dibilang manuskrip memiliki kurun waktu setelah era Kerajaan Majapahit, yakni mulai abad ke-15.  

Keduanya, prasasti dan manuskrip selalu saling mendukung. Tentu saja ini untuk memperkaya penulisan sejarah kuno Indonesia. Ada yang disayangkan kalau kita menemukan prasasti yang (di)rusak atau manuskrip yang lapuk dimakan waktu.***

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun