Cukup rumit penggunaannya karena tergantung ASA (jenis atau ukuran kepekaan film, seperti ASA 100 atau di atasnya), diafragma, dan kecepatan.Â
Beda dengan kamera digital, apalagi kamera pada ponsel. Saat ini hampir semua orang bisa memotret karena boleh dibilang langsung jepret jadi.
Kamera analog menggunakan film negatif hitam putih atau berwarna. Untuk mendapatkan hasil bagus, bisa menggunakan film positif atau slide. Semua film harus diproses dengan cara mencuci dan mencetak. Sebagian besar harus dibawa ke foto studio.
Dulu kalau tugas lapangan, saya membawa tiga kamera, masing-masing berisi film hitam putih, film berwarna, dan slide. Paling sedikit saya menghabiskan masing-masing tiga roll film.Â
Film hitam putih dicuci dan dicetak sendiri di kamar gelap. Waktu itu cukup berat membawa perlengkapan fotografi.Â
Saya harus membawa dua tas isi kamera, belum lagi memakai rompi kargo untuk membawa perlengkapannya, termasuk tripod.
Biasanya satu roll film paling sedikit berisi 24 frame dan paling banyak 36 frame. Inilah borosnya menggunakan film. Bandingkan dengan foto pada kamera digital atau ponsel yang bisa dihapus bila kita anggap jelek.
Sesuai kemajuan teknologi, maka kemudian tercipta scanner, yakni alat untuk mendigitalkan film negatif dan film positif. Ini tentu menguntungkan kita yang hidup pada zaman analog. Sayang banyak film negatif saya belum sempat di-scan.***
Â