Mumpung sempat dan tidak bisa tidur lagi, sedari subuh saya membereskan barang-barang milik almarhum mertua. Dari tumpukan kertas, saya melihat dua buah lembar yang cukup menarik perhatian. Meskipun kondisi kertas tidak utuh benar tapi masih terbaca P.T. Bank Persatuan Dagang Indonesia. Arsip-arsip lama, apalagi arsip pribadi, memang menarik perhatian saya.
Tertulis juga pada lembaran kertas itu Djakarta (masih memakai ejaan lama) dan 5 Agustus 1958. Saya ingat-ingat sepertinya sekarang tidak ada nama Bank Persatuan Dagang Indonesia.
Benar saja, setelah saya telusuri internet ternyata bank tersebut sudah tidak ada lagi. Menurut kontan.co.id (12/12/2019), Bank Persatuan Dagang Indonesia didirikan pada 17 Desember 1954 oleh Djaja Ramli. Â
Selanjutnya menurut kontan.co.id, bank ini baru memulai kegiatannya pada 5 Januari 1955. Kegiatan operasional itu bermula di sebuah bangunan yang terletak di Jalan Telepon Kota Nomor 2 Jakarta Barat. Daerah Kota memang sejak lama dikenal sebagai sentra bisnis.
Bank umum
Bank Persatuan Dagang Indonesia mengantongi izin bank umum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1937/U.M.II tertanggal 19 Februari 1957. Sejak 1967, Bank Persatuan Dagang Indonesia mulai bertumbuh.Â
Pada 20 Agustus 1971, Djaja Ramli mengubah nama bank menjadi PT Bank Bali. Namun imbas krisis moneter 1998, Bank Bali hampir sekarat. Maka pada 2002 Bank Bali dimerger menjadi Bank Permata yang masih bertahan hingga kini.
Beruntung memang ada tinggalan arsip tentang Bank Persatuan Dagang Indonesia. Namun bank tersebut telah menjadi catatan sendiri, terutama berhubungan dengan sejarah perdagangan atau sejarah perekonomian.
Dari kedua lembaran tersebut, kita dapat pula melihat kemajuan teknologi persuratan. Kalau sekarang surat-surat ditulis dengan komputer, dulu menggunakan mesin tik manual yang bunyinya cetak-cetek.Â
Ejaan Bahasa Indonesia pun bisa kita perbandingan. Pada 1958, misalnya, masih tertulis Djakarta (sekarang Jakarta), djika (sekarang jika), menundjukkan (sekarang menunjukkan), dan selekasnja (sekarang selekasnya). Sekarang yang kita pakai adalah ejaan yang disempurnakan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H