Minggu, 13 Agustus 2023 empat partai politik, yakni Golkar, PAN, Gerindra, dan PKB mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai Bakal Calon Presiden (Bacapres). Deklarasi berlangsung di Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok) di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta Pusat.
Setelah muncul berita di media (daring dan TV), beberapa orang menghubungi saya. "Pak apakah boleh kalau museum digunakan untuk kegiatan deklarasi," begitu inti pertanyaan mereka.
Pertanyaan serupa muncul pula di sejumlah WAG yang saya ikuti, termasuk di Facebook. Biarkan saja, toh ini promosi buat museum, kata seseorang. Loh nggak boleh, kan melanggar PP (peraturan pemerintah), kata yang lain. Meskipun lebih banyak yang kontra daripada yang pro, tentu saja masalah ini patut mendapat perhatian kita dan menjadi bahan pembelajaran.
Pengunjung terganggu
Minggu sore saya baca beberapa tulisan di media daring. Ada satu media yang membuat tulisan cukup menarik. Selain melanggar PP, pengunjung museum juga merasa terganggu oleh aktivitas deklarasi partai. Beberapa pengunjung yang datang tidak diperbolehkan masuk, begitu kata sindonews.
Sindonews menulis lagi demikian, dengan adanya agenda politik ini, seluruh kawasan museum nampak dipadati oleh para kader partai hingga awak media. Tak ada satu pun pengunjung yang hadir.
Nah ini, seharusnya mereka berhak masuk untuk wisata edukasi. Soalnya mereka sudah memesan tiket terlebih dulu. Yang saya tahu, museum adalah ruang publik. Â Â
Bahkan dalam WAG Keluarga Museum, terlihat empat petinggi partai duduk di meja yang menggambarkan suasana menjelang proklamasi lengkap dengan patung Sukarno-Hatta berlatar naskah proklamasi. Padahal, koleksi meja dan kursi ini sudah dikelilingi oleh pembatas, yang berarti pengunjung dilarang masuk apalagi menduduki koleksi.
Banyak komentar di WAG Keluarga Museum. Menarik untuk didiskusikan lebih lanjut, bagaimana bila museum yang digunakan untuk aktivitas politik adalah museum swasta, museum pemerintah, atau museum pribadi, termasuk milik politikus yang masih aktif di panggung politik, kata Mas Asnan, pemerhati museum dari Yogyakarta.
Ibu Yanti dari Palembang mengatakan, kami banyak tawaran dari parpol untuk pinjam tempat, tapi kami tolak semua.