Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toko Buku Gunung Agung Akan Tutup dan Dunia Literasi

31 Mei 2023   08:05 Diperbarui: 31 Mei 2023   08:55 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau toko buku banyak tutup, bagaimana nasib para penerbit yang umumnya menjual buku lewat jaringan toko buku besar? Bisa jadi penerbit akan menjual produknya sendiri lewat online atau daring. Jadi akan menghemat komisi untuk toko buku.

Kembali ke Toko Buku GA, dulu saya selalu mampir apabila ke mal. Paling tidak ada 1-2 buku yang saya beli. Kalau ada diskon, saya bisa membeli lebih banyak.

Buku Tjeritera Pandji terbitan Gunung Agung pada 1968 (Dokumentasi pribadi)
Buku Tjeritera Pandji terbitan Gunung Agung pada 1968 (Dokumentasi pribadi)

Setahu saya dalam jaringan Gunung Agung terdapat beberapa penerbit. Penerbit Idayu dan Penerbit Gunung Agung termasuk besar. Kedua penerbit banyak memproduksi buku-buku sejarah dan kebudayaan.

Sayang kalau banyak toko buku konvensional tutup. Saya yakin banyak pecinta literasi lebih suka berkunjung langsung. Biasanya melihat-lihat daftar isi. Kalau tertarik bisa membeli.

Dunia memang berubah sesuai zaman. Bagaimana dunia literasi kita? Kita harapkan dunia literasi tidak tergerus oleh zaman. Buku fisik masih tetap dicintai masyarakat. Toko buku tidak ada yang tutup lagi. Untuk itu perlu dukungan dari pemerintah dan berbagai pihak.

Buku digital pun harus berdampingan. Cuma masalahnya, buku digital tergantung teknologi. Kita harus ingat disket, yang kemudian digantikan CD atau USB. Kini orang tidak bisa melihat lagi isi disket yang menjadi dokumentasi kita.***

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun