Kalau toko buku banyak tutup, bagaimana nasib para penerbit yang umumnya menjual buku lewat jaringan toko buku besar? Bisa jadi penerbit akan menjual produknya sendiri lewat online atau daring. Jadi akan menghemat komisi untuk toko buku.
Kembali ke Toko Buku GA, dulu saya selalu mampir apabila ke mal. Paling tidak ada 1-2 buku yang saya beli. Kalau ada diskon, saya bisa membeli lebih banyak.
Setahu saya dalam jaringan Gunung Agung terdapat beberapa penerbit. Penerbit Idayu dan Penerbit Gunung Agung termasuk besar. Kedua penerbit banyak memproduksi buku-buku sejarah dan kebudayaan.
Sayang kalau banyak toko buku konvensional tutup. Saya yakin banyak pecinta literasi lebih suka berkunjung langsung. Biasanya melihat-lihat daftar isi. Kalau tertarik bisa membeli.
Dunia memang berubah sesuai zaman. Bagaimana dunia literasi kita? Kita harapkan dunia literasi tidak tergerus oleh zaman. Buku fisik masih tetap dicintai masyarakat. Toko buku tidak ada yang tutup lagi. Untuk itu perlu dukungan dari pemerintah dan berbagai pihak.
Buku digital pun harus berdampingan. Cuma masalahnya, buku digital tergantung teknologi. Kita harus ingat disket, yang kemudian digantikan CD atau USB. Kini orang tidak bisa melihat lagi isi disket yang menjadi dokumentasi kita.***
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H