Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yah Kalah, Rebutan Pengusulan Kebaya sebagai Warisan Dunia ke UNESCO

27 November 2022   11:58 Diperbarui: 28 November 2022   04:55 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa hari terakhir masalah kebaya ramai diperbincangkan di media sosial. Pertama, soal 'kebaya merah' yang videonya viral. Kedua, soal kebaya yang diajukan bersama ke UNESCO oleh Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand.

Dalam kesempatan ini kita bicara soal kebaya sebagai warisan budaya saja yah. Kebaya merupakan baju atasan yang dipakai oleh wanita. Umumnya kebaya dipakai pada saat-saat tertentu, seperti upacara pernikahan dan upacara pelantikan. Kebaya banyak dipakai murid-murid sekolah menyambut Hari Kartini.

Tidak heran berbagai acara 'kebaya goes to UNESCO' dan sejenisnya marak di mana-mana. Di Jakarta pernah ada parade berkebaya. Belum lagi acara-acara lain yang tetap berkebaya. Tujuannya hanya satu, ingin mendaftarkan kebaya sebagai Warisan Dunia Takbenda (WBTb) dari Indonesia.

Kebaya kerancang dari DKI Jakarta (Sumber: jakartan.id melalu setubabakan betawi.com)
Kebaya kerancang dari DKI Jakarta (Sumber: jakartan.id melalu setubabakan betawi.com)

Rumpun Melayu

Kebaya dikenal di berbagai negara ASEAN. Nah, soal istilah kebaya pun beragam. Belum lama ini saya ngobrol dengan beberapa teman dari Kemendikbudristek. Mereka pernah menggawangi Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (WDB). Direktorat ini memfasilitasi pengusulan dan penetapan warisan budaya. Setelah bubar pada awal 2019, tugas diambil alih oleh Direktorat Pelindungan Kebudayaan.

Sebenarnya, kata Lien Dwiariratnawati, kebaya asli Indonesia berasal dari Jawa. Namanya kutu-baru. Kalau yang dikenal di negara-negara rumpun Melayu berupa kebaya panjang.

Dalam lima tahun terakhir, Direktorat WDB berhasil melakukan pencatatan terhadap dua jenis kebaya, yakni kebaya kerancang dari DKI Jakarta (2017) dan kebaya labuh dari Kepulauan Riau (2019). Tentu betapa kayanya jenis dan nama kebaya di Nusantara ini. Ada kebaya Sunda dan kebaya Bali, antara lain yang saya tahu.

Menurut Lien, UNESCO lebih cenderung kalau Warisan Budaya Takbenda (WBTb), termasuk kebaya, diusulkan bersama-sama negara lain atau share nomination karena memperlihatkan kesamaan budaya. Untuk itu, kata Lien, provinsi-provinsi yang memiliki kebaya mencatatkan WBTb itu ke Kemendikbudristek untuk segera ditetapkan menjadi WBTb Indonesia yang selanjutnya baru dapat diusulkan ke UNESCO.

Malaysia melakukan share nomination mengajak beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia. Indonesia sendiri maunya single nomination. Padahal Indonesia sudah mengusulkan jamu, tempe, tenun, dan reog. Repotnya, 1 negara hanya bisa mengusulkan 1 WBTb ke UNESCO setiap tahun. Maklum, banyak negara juga mengusulkan WBTb masing-masing. Bayangkan di dunia ada lebih dari 100 negara. Dengan demikian perlu waktu amat lama.

Sri Patmiarsi mengatakan, sebagai single nomination, kebaya akan menunggu dulu jamu diterima dan dicatat oleh UNESCO. September lalu saya mengikuti seminar WBTb oleh Kementerian Luar Negeri. Ternyata baru 2029 Indonesia bisa mengusulkan kebaya sebagai single nomination.

Menurut saya, itulah 'kecongkakan' Indonesia, tidak mau diajak gabung oleh Malaysia. Bahkan berpikir, sebelum dicaplok Malaysia, kita daftarkan kebaya sebagai single nomination. Sebenarnya masalahnya bukan pemilik tunggal kebaya, namun bagaimana kita bersama-sama bisa melestarikan kebaya.

Kebaya labuh dari Kepulauan Riau (Sumber: warisanbudaya.kemdikbud.go.id)
Kebaya labuh dari Kepulauan Riau (Sumber: warisanbudaya.kemdikbud.go.id)

Jalan panjang

Mungkin banyak orang belum tahu kalau tata cara pengajuan ke UNESCO berjalan amat panjang. Diawali pengajuan oleh komunitas atau masyarakat ke pemerintah daerah. Setelah digodok, diajukan ke pemerintah pusat. Selanjutnya pusat mengkaji, mengundang narasumber, memverifikasi, hingga diskusi dan rapat tim penilai.

Semula UNESCO mengizinkan setiap negara mengajukan kebudayaan mereka tanpa batasan per tahunnya.  Namun kebutuhan dana untuk mengajukan WBTb menjadi kendala bagi negara tertentu dalam mengirim hasil budaya untuk jadi daftar warisan dunia. Dana tersebut dibutuhkan untuk riset dan kajian yang dapat memakan waktu bertahun-tahun, belum termasuk membuat serentetan dokumen penguat.

Kemudian, UNESCO memutuskan setiap negara hanya dapat mengajukan setiap dua tahun untuk single nomination. Namun bila diajukan secara multinasional atau share nomination dapat dilakukan setiap tahun.

Pengusulan share nomination justru lebih diperhatikan oleh UNESCO. Peluangnya juga besar. Namun dalam pengerjaan, komunikasi, share data, rapat, pembuatan dossier, dll luar biasa menguras tenaga dan pikiran. Begitulah pengalaman teman-teman di Direktorat WDB.

Terakhir gamelan diakui UNESCO pada 2021. Kemungkinan pada 2023 jamu mendapat perhatian UNESCO. Belum lagi tempe, tenun, dan reog. Baru pada 2029 kita bisa mengajukan kebaya dan hasilnya mungkin baru 2 tahun kemudian.

Untuk multinasional atau share nomination, pada 2020 pantun dari Indonesia dan Malaysia diakui UNESCO. Tumben Indonesia-Malaysia kompak yah. Entah untuk ke berapa kali Indonesia kalah nih.

Jalan panjang dan jalan masih panjang buat kebaya dan tentu saja WBTb lain. Bagaimana pun, yang penting kita harus tetap melestarikan kekayaan budaya yang ada di Nusantara, baik yang sudah diakui atau belum diakui UNESCO. Toh itu semua warisan dari nenek moyang kita.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun