Sebagian besar isi prasasti berkenaan dengan upacara penetapan sima. Menurut arkeolog Timbul Haryono, sima adalah sebidang tanah sawah atau kebun yang telah diubah statusnya menjadi wilayah perdikan atau swatantra sehingga para petugas pemungut 'pajak' tidak boleh melakukan kegiatannya di wilayah tersebut.Â
"Semula penduduk bertanggung jawab kepada raja atau rakai. Setelah tanahnya ditetapkan sebagai sima, mereka bertanggung jawab kepada kepala sima," demikian Pak Timbul. Sima berasal dari kata siman (bahasa Sansekerta), berarti batas atau tapal batas.
Salah satu rangkaian acara dalam upacara penetapan sima adalah pesta makan dan minum. Makanan yang disajikan tergolong sebagai mahamangsa atau rajamangsa (makanan para raja). Upacara penetapan sima dianggap istimewa karena hanya dalam kesempatan itulah seorang rakyat biasa dapat menikmati kuliner yang biasanya hanya disantap para raja.
Tahun lalu kekayaan kuliner para raja coba direkonstruksi oleh Indonesian Gastronomy Community (IGC) melalui program bertajuk "Gastronosia: Dari Borobudur untuk Nusantara". Dalam program itu, IGC menggandeng sejumlah pakar, baik di bidang arkeologi maupun gastronomi, guna meneliti dan merekonstruksi atau meracik kembali makanan para raja Mataram Kuno pada abad ke-8 hingga ke-10 Masehi. Dengan demikian kuliner tersebut bisa dinikmati pada era sekarang.
Kerbau dan rusa
Pada era Mataram Kuno dikenal Rumbah Hadangan Prana atau glinding daging kerbau. Â Rumbah Hadangan Prana disebut dalam sejumlah prasasti, yakni Prasasti Panggumulan, Prasasti Rukam, dan Prasasti Mantyasih. Sesuai namanya, sebagaimana laman interaktif.kompas.id, hidangan tersebut terbuat dari daging kerbau yang dicacah, lalu dibentuk menjadi bulatan-bulatan berukuran sedang.
Bola-bola daging kerbau itu lantas dimasak dengan aneka jenis bumbu, seperti bawang merah, ketumbar, jinten, kencur, santan kelapa, daun salam, sereh, garam, dan belimbing sayur.
Selain daging kerbau, makanan era Mataram Kuno kerap memakai daging rusa. Â Salah satunya, Knas Kyasan atau kicik daging rusa, muncul dalam relief Candi Borobudur, Prasasti Mantyasih, dan Prasasti Paradah.
Masih menurut interaktif.kompas.id, Knas Kyasan berupa daging rusa yang dipotong kecil-kecil, lalu dimasak dengan cara seperti memasak makanan kicik daging sapi. Bumbu-bumbu yang digunakan, antara lain bawang putih, ketumbar, gula merah, bawang merah, merica, garam, dan daun pepaya.
Ada lagi Harang-harang Kidang atau rusa bakar. Sajian yang disebut dalam Prasasti Mantyasih, Prasasti Paradah, dan relief Candi Borobudur itu berupa daging rusa yang diiris-iris menjadi bentuk dadu lalu dibakar.
Sajian kuliner berbahan ikan juga dihidangkan, Â yakni Klaka Wagalan atau ikan bumbu kuning dengan ikan beong sebagai bahan utama. Ikan beong merupakan salah satu jenis ikan yang muncul dalam relief Candi Borobudur. Dengan demikian, sajian makanan berbahan ikan ini diperkirakan sudah ada pada masa Mataram Kuno.