Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mampukah Kita Hidup Hanya dari Honorarium Menulis Artikel?

11 Oktober 2022   07:28 Diperbarui: 11 Oktober 2022   07:45 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan saya yang 'diambil' kompas.com/atas dan tulisan di kompasiana/bawah (Dokpri)

Dengan demikian profesi menulis cukup memberi harapan. Tulisan di media cetak tidak begitu panjang. Tulisan saya panjangnya 300 kata hingga 1.000 kata.  

Makin sering menulis, makin banyak mendapatkan gagasan. Itulah dampak dari menulis. Popularitas saya juga bertambah karena nama saya dikenal luas. Tentu sebuah kebanggaan tersendiri. 

Dampak positif lain saya sering diminta bantuan untuk menulis panel pameran, menulis artikel/buku untuk instansi pemerintah, dan memberi pelatihan menulis untuk siswa sekolah menengah. Bahkan menjadi penyunting buletin dan buku. Saya pun pernah mengisi rubrik di sebuah koran ibu kota selama beberapa tahun.

Tulisan saya yang 'diambil' kompas.com/atas dan tulisan di kompasiana/bawah (Dokpri)
Tulisan saya yang 'diambil' kompas.com/atas dan tulisan di kompasiana/bawah (Dokpri)

Terdesak internet

Sejak internet 'menguasai dunia', aktivitas saya menulis di media cetak makin menurun. Ini karena beberapa media cetak sekarat bahkan mati terdesak internet. Menulis yang tadinya 'tambang emas' berubah menjadi 'tambang perunggu'. Penghasilan pun semakin menurun. Namun aktivitas menulis tetap saya lakukan. Yang penting bisa berbagi kepada publik, terutama lewat blog pribadi.

Tulisan-tulisan saya umumnya tentang sepurmudaya (sejarah, purbakala, museum, budaya). Sebagian kecil lagi tentang numismatik, filateli, dan astrologi. Jadi termasuk tulisan jarang diminati. Paling-paling kalangan tertentu yang mencari tulisan saya, seperti kalangan arkeologi dan pemerhati sejarah/budaya.

Kalau ada pertanyaan cukupkah honorarium dari menulis artikel untuk biaya hidup atau mampukah orang hidup hanya dari menulis? Terus terang, untuk saya relatif cukup. Ini karena isteri dan kedua anak saya mencari nafkah sendiri. Tentu amat berbeda jika dalam satu keluarga, hanya seorang yang mencari penghasilan lewat menulis. Tidak bakalan cukup.

Sekadar gambaran, honorarium menulis di koran Kompas 800 ribu dan di kompas.id 400 ribu. Sementara menulis di Kompasiana tergantung jumlah pageviews selama bulan berjalan. 

Nah, ini untuk lebih dari 1 tulisan. Beruntung kalau tulisan kita termasuk viral. Bulan lalu ada tulisan saya di Kompasiana yang diakses 30.000-an orang. Ditambah beberapa tulisan lain, saya memperoleh K-rewards sebesar 400 ribuan. Ini cukup tinggi karena sebelumnya hanya 100 ribuan, bahkan pernah tidak dapat karena jumlah pengakses tidak memenuhi syarat minimal.

Oh ya, kalau tulisan kita di Kompasiana lalu dimuat lagi di kompas.com, kita akan mendapat rewards tambahan. Tulisan saya pernah beberapa kali 'diambil' kompas.com.

Terus terang, menulis tidak membosankan. Jadinya saya sering membaca buku. Nah, inilah yang penting. Menulis dan membaca menjadi terapi kesehatan, terlebih obat pikun. Lebih bahagia kalau tulisan kita mendapat sambutan atau reaksi dari pihak tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun