Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Uang Pertama ORI dan Pelukis ORI di Museum Bank Indonesia

29 September 2022   07:59 Diperbarui: 30 September 2022   05:18 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ORI atau Oeang Repoeblik Indonesia karya RM Soerono (Dokpri)

Museum Bank Indonesia (MuBI) kembali bikin kegiatan. Kali ini berupa talkshow bertopik 'Titik Nol Perjalanan Rupiah'. Kegiatan itu berlangsung pada Rabu, 28 September 2022, di kafe MuBI.

Tiga narasumber tampil pada kegiatan itu, yakni Dewi Puspasari (Cucu pelukis ORI), Erwien Kusuma (Sejarawan, penulis buku tentang uang), dan Zulkifli Mahafatma (Numismatis, Komunitas CORE/Club Oeang Revoloesi). Sebagai moderator Syefri Luwis (Peneliti sejarah MuBI). Kegiatan dibuka oleh Kepala MuBI Bapak Dandy Indarto Seno.

Dalam sambutannya Pak Dandy mengatakan, selama masa pandemi MuBI tutup total. Baru pada 7 Juli 2022 saat pandemi mulai melandai, MuBI kembali dibuka. Dihitung sejak Maret 2020, berarti MuBI tutup selama dua tahun lebih.

Namun menurut Pak Dandy, daripada gabut maka banyak pekerjaan dilakukan MuBI. Di antaranya perbaikan tata pamer dan penambahan beberapa ruangan, seperti Kid's Corner atau ruangan untuk anak-anak dan pojok foto. Kini sarana dan fasilitas di MuBI sudah bertambah.

Berbagai sosialisasi tentang uang juga kerap dilakukan MuBI, antara lain peredaran uang baru tahun emisi 2022. Bersamaan dengan pembukaan talkshow, Pak Dandy meresmikan pembukaan pameran temporer ORI (Oeang Repoeblik Indonesia). Direncanakan pameran temporer berlangsung selama satu bulan hingga 28 Oktober 2022.

Dari kiri: Ibu Dewi, Pak Syefri, Pak Zulkifli, dan Pak Erwien (Dokpri)
Dari kiri: Ibu Dewi, Pak Syefri, Pak Zulkifli, dan Pak Erwien (Dokpri)

Pelukis ORI

Pelukis ORI pertama diketahui bernama RM Soerono Hendronoto. Menurut penuturan ibu Dewi, beliau putra dari seorang dokter di Keraton Surakarta. Soerono tertarik menekuni cat dan kanvas sejak usia 18 tahun. 

Ia berguru pada seniman Belanda selama dua tahun. Ir. Sukarno kemudian menunjuk Soerono untuk melukis ORI pertama nominal Rp 100, Rp 50, Rp 25, Rp 10, dan Rp 1.

Dari karyanya itu Soerono memperoleh honorarium lumayan. Uang yang diperoleh dibelikan mobil yang kemudian dilukis. "Jadi masyarakat sekitar tahu bahwa itu mobil Soerono," kata Ibu Dewi.

Sepengetahuan ibu Dewi, Soerono tergolong unik dan beda. Beliau selalu memakai kain. Kalau jalan-jalan ke toko buku hendak membeli kuas, kuas itu dijilat-jilat terlebih dulu. "Mungkin untuk mengukur kualitas kuas," begitu duga ibu Dewi.

Soerono, kata Ibu Dewi, tergolong seniman yang komplet karena beliau mampu bermusik dan membuat patung. Beberapa karyanya antara lain pernah menjadi bagian dari relief Hotel Indonesia dan bandara Kemayoran.

Salah satu materi pameran temporer berupa lukisan RM Soerono (Dokpri)
Salah satu materi pameran temporer berupa lukisan RM Soerono (Dokpri)

Pak Erwien Kusuma selanjutnya memaparkan kronik sejarah mata uang rupiah periode 1945-1947 dari berbagai media cetak. Kita memang sudah merdeka pada 17 Agustus 1945. Namun kita belum memiliki mata uang sendiri sebagai bentuk kedaulatan.  Mata uang yang masih berlaku adalah uang NICA dan uang Jepang.

Kata Pak Erwien, usaha awal pemerintah RI untuk mengeluarkan mata uang sendiri diketahui dari Maklumat Pemerintah yang diterbitkan pada 17 November 1945.

Dari koran Merdeka, 8 Oktober 1945, Pak Erwien menemui adanya berita tentang rencana pendirian Pusat Bank Indonesia. Pusat Bank Indonesia beralamat Jalan Menteng 23, mulai bekerja untuk umum pada 1 November 1945.

Pada bagian lain tercatat adanya maklumat tentang tidak berlakunya uang NICA. Jadi hanya uang Jepang yang dianggap sah.  Tentu saja Belanda marah. Di kalangan numismatis, uang NICA dikenal sebagai 'uang merah'. 'Perang uang' pun terjadi.

Belanda masih tidak rela uangnya ditarik dari peredaran. Maka pencetakan ORI dilakukan diam-diam karena penuh bahaya. Akhirnya ORI dikeluarkan secara resmi pada 30 Oktober 1946. Ketika itu pemerintah RI sedang 'mengungsi' ke Yogyakarta. Menteri Keuangan Safroedin Prawiranegara mengeluarkan pengumuman pada 29 Oktober 1946 lewat koran Kedaulatan Rakjat.

Uang kertas baru itu memang disebut ORI, namun dalam kenyataan ejaan oe tidak dipakai lagi. Kata 'oe' yang berasal dari ejaan Belanda, kemudian diganti 'u'. Jadi penyebutan ORI diganti URI, Uang Republik Indonesia.  

Para peserta talkshow di ruang pameran temporer (Dokpri)
Para peserta talkshow di ruang pameran temporer (Dokpri)

Lima emisi

Pak Zulkifli mencatat, dalam kurun empat tahun telah dikeluarkan lima emisi ORI. ORI I, emisi 17 Oktober 1945-30 Oktober 1946; ORI II, emisi 1 Januari 1947; ORI III, emisi 26 Juli 1947; ORI IV, emisi 23 Agustus 1948; dan ORI V, emisi 17 Agustus 1949. ORI V sering disebut ORI Baru atau ORIBA.

Menurut Pak Zulkifli, teks yang terdapat di ORI I dapat dikatakan mendahului masanya dari segi bahasa karena telah menggunakan kaedah ejaan REPUBLIK/SOEWANDI yang baru secara resmi digunakan pada 19 Maret 1947. ORI I dicetak di beberapa tempat, antara lain Jakarta, Malang, Ponorogo, Yogyakarta, dan Solo.

Karena dalam kondisi darurat, ORI dibuat di atas kertas yang sederhana dengan peralatan yang sederhana pula. Untuk menjamin keamanan dari pemalsuan, maka otoritas keuangan masa itu menggunakan kode khusus dalam penyematan nomor seri tiap lembar ORI. Ada patokan untuk mengidentifikasi asli atau palsunya sebuah koleksi, yakni dari huruf dan angka. Numismatis profesional pasti tahu.

Penduduk mengantre untuk menukarkan uang Jepang menjadi ORI (Dokpri)
Penduduk mengantre untuk menukarkan uang Jepang menjadi ORI (Dokpri)

Namun pemalsuan dalam rangka kepentingan politik dan ekonomi tetap terjadi. Dalam rangka motif politik, misalnya, dilakukan pemerintah Belanda dengan mengedarkan uang palsu kepada masyarakat. Hal ini dalam rangka perang urat syaraf dengan pemerintah Indonesia yang sah. 

Di kalangan numismatis, uang palsu itu disebut old fake atau palsu lama. Sementara new fake atau palsu baru, biasanya digunakan oleh masyarakat masa kini untuk kepentingan ekonomi. Misalnya menjual koleksi ORI itu kepada para kolektor.

Seusai talkshow, peserta diajak meninjau ruang pameran temporer. Apa yang dibicarakan di kafe MuBI, dilengkapi oleh pameran itu. Banyak informasi menarik tentang rencana pembuatan uang dan persiapan pembuatan uang, bisa dilihat dalam pameran.

Cukup mudah mengunjungi Museum Bank Indonesia di Jalan Pintu Besar Utara ini. Jika naik kereta api, turun di stasiun Jakarta Kota, lalu menyeberang jalan. Jika naik bus Transjakarta turun di halte Kalibesar Besar atau perhentian terakhir, lalu berjalan kaki sekitar 300 meter.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun