Soerono, kata Ibu Dewi, tergolong seniman yang komplet karena beliau mampu bermusik dan membuat patung. Beberapa karyanya antara lain pernah menjadi bagian dari relief Hotel Indonesia dan bandara Kemayoran.
Pak Erwien Kusuma selanjutnya memaparkan kronik sejarah mata uang rupiah periode 1945-1947 dari berbagai media cetak. Kita memang sudah merdeka pada 17 Agustus 1945. Namun kita belum memiliki mata uang sendiri sebagai bentuk kedaulatan. Â Mata uang yang masih berlaku adalah uang NICA dan uang Jepang.
Kata Pak Erwien, usaha awal pemerintah RI untuk mengeluarkan mata uang sendiri diketahui dari Maklumat Pemerintah yang diterbitkan pada 17 November 1945.
Dari koran Merdeka, 8 Oktober 1945, Pak Erwien menemui adanya berita tentang rencana pendirian Pusat Bank Indonesia. Pusat Bank Indonesia beralamat Jalan Menteng 23, mulai bekerja untuk umum pada 1 November 1945.
Pada bagian lain tercatat adanya maklumat tentang tidak berlakunya uang NICA. Jadi hanya uang Jepang yang dianggap sah. Â Tentu saja Belanda marah. Di kalangan numismatis, uang NICA dikenal sebagai 'uang merah'. 'Perang uang' pun terjadi.
Belanda masih tidak rela uangnya ditarik dari peredaran. Maka pencetakan ORI dilakukan diam-diam karena penuh bahaya. Akhirnya ORI dikeluarkan secara resmi pada 30 Oktober 1946. Ketika itu pemerintah RI sedang 'mengungsi' ke Yogyakarta. Menteri Keuangan Safroedin Prawiranegara mengeluarkan pengumuman pada 29 Oktober 1946 lewat koran Kedaulatan Rakjat.
Uang kertas baru itu memang disebut ORI, namun dalam kenyataan ejaan oe tidak dipakai lagi. Kata 'oe' yang berasal dari ejaan Belanda, kemudian diganti 'u'. Jadi penyebutan ORI diganti URI, Uang Republik Indonesia. Â
Lima emisi
Pak Zulkifli mencatat, dalam kurun empat tahun telah dikeluarkan lima emisi ORI. ORI I, emisi 17 Oktober 1945-30 Oktober 1946; ORI II, emisi 1 Januari 1947; ORI III, emisi 26 Juli 1947; ORI IV, emisi 23 Agustus 1948; dan ORI V, emisi 17 Agustus 1949. ORI V sering disebut ORI Baru atau ORIBA.
Menurut Pak Zulkifli, teks yang terdapat di ORI I dapat dikatakan mendahului masanya dari segi bahasa karena telah menggunakan kaedah ejaan REPUBLIK/SOEWANDI yang baru secara resmi digunakan pada 19 Maret 1947. ORI I dicetak di beberapa tempat, antara lain Jakarta, Malang, Ponorogo, Yogyakarta, dan Solo.