Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata Upacara Bendera Warisan Jepang di Indonesia

24 Agustus 2022   18:18 Diperbarui: 24 Agustus 2022   18:25 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri: Ibu Dewi (moderator), Pak Wakabayashi, Ibu Rouli, dan Pak Hiroaki (Dokpri)

Agustus ini Museum Perumusan Naskah Proklamasi menyelenggarakan serangkaian kegiatan, antara lain Pameran Sakura di Khatulistiwa, Tapak Tilas Proklamasi, dan Workshop Membatik. Berbagai kegiatan itu terangkai dalam AKSI (Agustus Kita Satukan Indonesia).

Dalam kaitan dengan Pameran Sakura di Khatulistiwa, Museum Perumusan Naskah Proklamasi  menyelenggarakan Diskusi Tematik "Budaya dan Keindahan Jepang Mewarnai Kehidupan Masyarakat Indonesia". Diskusi diselenggarakan pada Rabu, 24 Agustus 2022.

Tampil tiga pembicara, yakni Wakabayashi Takahiro (Direktur Bagian Informasi dan Budaya, Kedutaan Besar Jepang), Hiroaki Kato (Musisi), dan Rouli Esther Pasaribu (Peneliti Bidang Sastra Perempuan Jepang dan Indonesia). Moderator kegiatan ini adalah Dewi Anggraeni (Kritikus Sastra).

Kepala Museum Perumusan Naskah Proklamasi Pak Harry Satya saat membuka acara (Dokpri)
Kepala Museum Perumusan Naskah Proklamasi Pak Harry Satya saat membuka acara (Dokpri)

Upacara bendera

Kegiatan diskusi dibuka oleh Kepala Museum Perumusan Naskah Proklamasi Bapak Harry Trisatya. Menurut beliau, hubungan diplomatik antara dua negara, Indonesia dan Jepang, memang baru terjalin secara resmi pada 1958. Namun koneksi ini merentang jauh, bahkan sejak tanah Indonesia ini masih bernama Nusantara.

"Momentum lahirnya bangsa Indonesia pun terjadi atas peran orang Jepang yang memfasilitasi rumahnya untuk menjadi tempat persiapan kelahiran Indonesia, yaitu Laksamana Muda Tadashi Maeda yang sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi," demikian Pak Harry.

Kata Pak Harry, propaganda yang dilakukan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia saat itu meninggalkan jejak dan kebiasaan yang tanpa disadari melekat hingga kini. Tercatat kebijakan Tonarigumi (RT-RW), upacara bendera, dan penggunaan seragam sekolah. Baru tau kan ternyata kebijakan RT-RW, upacara bendera, dan seragam sekolah warisan Jepang di Indonesia?

Hijab cosplay (Sumber: merdeka.com melalui materi Ibu Rouli)
Hijab cosplay (Sumber: merdeka.com melalui materi Ibu Rouli)

Doraemon

Yang menarik tentu saja kalau kita amati budaya Jepang digemari oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Banyak restoran Jepang tumbuh di Indonesia. Sepengetahuan Wakabayashi, Toyota merancang kendaraan untuk kepentingan keluarga Indonesia.

Siapa yang tidak kenal Doraemon? Nah, film kartun Doraemon yang tayang di stasiun TV swasta sangat disukai masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai dewasa. Bahkan kemudian muncul komik Doraemon oleh penerbit Indonesia. 

Budaya populer Jepang masuk ke Indonesia lewat film kartun atau film animasi. Anime, begitu orang Jepang menyebutnya. Manga atau komik Jepang sangat dikenal di Indonesia. Kita pun kerap mendengar lagu Kokoro no tomo masa 1980-an, sebagaimana penuturan Ibu Rouli. Lagu Jepang ini sangat digandrungi di Indonesia. 

Lalu ada film Oshin. "Budaya populer Jepang tayang di TVRI pada 1970-an," kata Ibu Rouli. Waktu itu memang TVRI satu-satunya siaran televisi di Indonesia.

Para peserta diskusi luring di Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Dokpri)
Para peserta diskusi luring di Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Dokpri)

Budaya Jepang itu kemudian disesuaikan dengan budaya di Indonesia. Salah satu contohnya adalah cosplay tokoh animasi Jepang yang berhijab. Hijab Cosplay, menurut Ibu Rouli, adalah mengonsumsi lalu mereproduksi budaya Jepang, menyesuaikan dengan kaidah agama dan di saat yang bersamaan menikmati dan menginterpretasi ulang budaya populer Jepang.

Sebagaimana Wakabayashi, Hiroaki juga fasih berbahasa Indonesia. Hiroaki banyak menerjemahkan lagu-lagu Indonesia ke dalam bahasa Jepang. Ia sudah lama tinggal di Indonesia. Waktu pertama kali berbahasa Indonesia, ia cukup kesulitan. Soalnya, banyak bahasa nonbaku, misalnya 'ingin' sering diucapkan orang dengan 'pengen' atau kata 'tidak' diucapkan 'gak'. Namun berkat pergaulan lama-kelamaan ia mengerti.

Menurut Hiroaki, masyarakat Indonesia sangat religius. "Saya merasakan ketika memproduksi acara televisi selalu berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing," katanya.  

Diskusi berlangsung secara luring dan daring. Cukup banyak pertanyaan dilontarkan peserta luring dan daring kepada tiga narasumber. Kegiatan diskusi ditutup dengan pemberian cenderamata dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi kepada tiga narasumber dan seorang moderator.***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun