Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Pada 1967 Malaysia Merebut Piala Thomas dari Indonesia Tanpa Menuntaskan Pertandingan

13 Mei 2022   14:37 Diperbarui: 13 Mei 2022   18:50 1721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ajang Piala Thomas 1967 di Istora Senayan (Sumber: indosport.com)

Pertama kali perhelatan Piala Thomas digelar pada 1949. Malaya (kini Malaysia) berhasil merebut piala itu untuk pertama kali. Tiga tahun berikutnya, yakni pada 1952, Malaya berhasil mempertahankan gelar. Begitu juga pada 1955.

Indonesia menjadi anggota Federasi Bulutangkis Internasional (IBF) pada 1953. Sejak itulah bulutangkis mulai dikenal di sini. Para pemain pun sering mengikuti kegiatan internasional.

Setelah tiga kali menjadi kampiun Piala Thomas, pada 1958 Malaya berkesempatan meraih gelar ke-4 secara berturut-turut. Tanpa disangka, keperkasaan Malaya dijegal Indonesia. Tidak tanggung-tanggung dengan skor 6-3. Padahal saat itu Malaya diwakili oleh beberapa pemain hebat. Untuk pertama kalinya Indonesia meraih Piala Thomas.

Tak mau kalah dengan Malaya, Indonesia pun meraih Piala Thomas tiga kali berturut-turut. Setelah merebut pada 1958, kemudian mempertahankan pada 1961 dan 1964. Dalam perhelatan itu tim Indonesia antara lain diisi oleh Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, Eddy Jusuf,  Ang Tjin Siang, Tan King Gwan, Njoo Kim Bie, dan Wong Pek Shen.

Pertandingan Piala Thomas 1967 antara Indonesia-Malaysia (Sumber: YouTube Mynah Bird)
Pertandingan Piala Thomas 1967 antara Indonesia-Malaysia (Sumber: YouTube Mynah Bird)

Rudy Hartono

Pada 1967 perhelatan Piala Thomas berlangsung di Senayan, Jakarta. Secara teoretis, Indonesia akan mudah mempertahankan piala itu. Berarti empat kali berturut-turut kita menyimpan Piala Thomas di bumi Indonesia.

Namun, menurut beberapa sumber, terdapat masalah untuk menyusun tim Indonesia. Maklum, dulu belum ada sistem pelatnas. Ferry Sonneville (kelahiran 1931) terpilih menjadi pemain tunggal. Padahal banyak pihak menganggap, umur 36 sudah terlalu tua untuk bermain tunggal. Saat itu prestasi Ferry sudah menurun. Ironisnya, nama Tan Joe Hok (kelahiran 1937) ditendang dari tim.

Pada partai final itu, Indonesia kembali berhadapan dengan musuh bebuyutannya yang kini sudah berganti nama, Malaysia.  Pertandingan berlangsung pada 9 dan 10 Juni 1967. Malaysia diperkuat oleh pemain tunggal juara All England Tan Aik Huang. Juga ganda Ng Boon Bee/Tan Yee Khan, yang juga kampiun All England.

Sebaliknya pemain Indonesia tidak terlalu 'wah'. Ada pemain senior Ferry Sonneville (36 tahun) dan pemain yunior Rudy Hartono (18 tahun).

Tak jauh berbeda dengan era sekarang, suporter era 1960-an juga sangat antusias, berjiwa nasionalisme tinggi, serta totalitas memberikan dukungan. Bahkan terkesan  berisik dan 'galak'.

Para pemain Piala Thomas 1967 (Sumber: indosport.com)
Para pemain Piala Thomas 1967 (Sumber: indosport.com)

Terpilih enam pemain inti, yakni  Ferry Sonneville, Muljadi, Rudy Hartono, Unang AP, Tan King Gwan, dan Agus Susanto. Syarat sebuah tim memang enam pemain. Untuk itu seorang pemain harus mampu bermain rangkap, tunggal dan ganda.

Gelaran hari pertama mempertandingkan empat partai, masing-masing  dua nomor tunggal dan dua  nomor ganda. Tunggal utama Ferry tampil di partai pembuka menghadapi Yew Cheng Hoe (24 tahun). Ferry tidak mampu mengimbangi Cheng Hoe, ia kalah 9-15 dan 7-15. Kekalahan Ferry membuat Malaysia unggul 1-0 atas Indonesia.

Beruntung,  di partai kedua Rudy Hartono tampil mengejutkan. Ia mampu mengalahkan Tan Aik Huang dengan skor 15-6, 15-8. Sekarang kedudukan menjadi 1-1. Kelak Rudy Hartono menorehkan tinta emas bulutangkis Indonesia dengan menjadi Juara All England sebanyak 8 kali, 7 di antaranya berturut-turut.

Di partai ketiga, ganda Indonesia, Muljadi/Agus Susanto kalah dari Tan Aik Huang/Teh Kew San dengan skor 17-16, 6-15, dan 12-15. Ganda lainnya, Unang AP/Tan King Gwan takluk dari Ng Boon Bee/Tan Yee Khan dengan skor 6-15 dan 7-15. Pada hari pertama skor 3-1 untuk Malaysia.

Wasit kehormatan Scheele/berdasi (Sumber: indosport.com)
Wasit kehormatan Scheele/berdasi (Sumber: indosport.com)

Insiden Scheele 

Hari kedua memainkan lima partai. Pemain tunggal dan pasangan ganda bermain secara silang. Ferry kalah kembali lawan Tan Aik Huang dengan skor 15-2 dan 15-4. Maka kedudukan pun semakin jauh, menjadi 4-1 untuk Malaysia. Berarti satu poin lagi Malaysia merebut Piala Thomas.

Napas tim Indonesia panjang kembali setelah Rudy muda mengalahkan Yew Cheng Hoe dengan skor 15-5 dan 15-9.    Harapan kembali membesar ketika Muljadi yang tampil sebagai tunggal ketiga, sukses mengalahkan Teh Kew San dengan skor 18-15 dan 15-4. Kedudukan kini menjadi 4-3 tetap untuk Malaysia. Saat itulah Istora Senayan bergemuruh.

Setelah beristirahat 30 menit, Muljadi kembali bermain bersama Agus Susanto menghadapi juara All England 2 kali, Ng Boon Bee/Tan Yee Khan. Muljadi/Agus takluk di set pertama dengan skor 2-15. Pada set kedua Muljadi/Agus tertinggal 2-10.  Namun terjadi keajaiban karena Muljadi/Agus mampu memaksa skor menjadi 13-13. Berarti pertandingan diteruskan sampai mencapai angka 18. Dalam sistem lama memang deuce 5 untuk kedudukan 13-13 dan deuce 3 saat kedudukan 14-14. 

Situasi Istora Senayan tentu saja tambah sengit. Apalagi Indonesia pernah berkonfrontasi dengan Malaysia dengan slogan 'Ganyang Malaysia'.  Pemain Malaysia sering diteriaki sehingga memecah konsentrasi dan membuat emosi mereka. Kondisi itulah yang memicu honorary referee (wasit kehormatan), Herbert Scheele mulai gerah.

Ilustrasi sebagian juara Piala Thomas (Sumber: id.wikipedia.org)
Ilustrasi sebagian juara Piala Thomas (Sumber: id.wikipedia.org)

Akhirnya, pasangan Malaysia tertinggal 13-18. Mereka tak kuat menahan gempuran publik Istora Senayan. Akhirnya mereka memutuskan tak melanjutkan pertandingan. Padahal seharusnya ada set ketiga atau set penentuan.

Melihat hal itu, sebagaimana indosport.com, Scheele kesal. Ia segera berjalan ke arah tribun penonton. Wasit kehormatan asal Inggris itu coba menenangkan penonton, namun justru direspons dengan sorakan. Scheele pun memutuskan pertandingan dilanjutkan keesokan harinya tanpa penonton, namun Indonesia menolak dengan tegas keputusan itu. Ini dikenal sebagai 'Insiden Scheele'.

Dalam sidang IBF 4 Juli 1967 di London, diputuskan bahwa pertandingan Indonesia vs Malaysia (sisa partai yang belum selesai), akan tetap dilanjutkan di Selandia Baru pada Oktober 1967. Sekali lagi, Indonesia menolak keras keputusan tersebut. Akhirnya diputuskan Malaysia menang dengan skor 6-3.  Dengan demikian Indonesia kehilangan Piala Thomas.

Itulah sejarah. Malaysia merebut Piala Thomas tanpa menuntaskan pertandingan. Indonesia pun melepas Piala Thomas sebelum 'titik darah penghabisan'.***

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun