Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Makam Kuno Memiliki Arsitektur dan Seni Ukir Tinggi

16 April 2022   05:44 Diperbarui: 17 April 2022   22:40 2115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam kuno memakai ghunongan dari Madura (Sumber:  Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid III)

Arkeologi atau ilmu purbakala mempelajari manusia masa lalu melalui benda-benda budaya yang mereka tinggalkan. Pada dasarnya arkeologi memiliki empat periode berdasarkan keagamaan, yakni Periode Prasejarah (sebelum dikenal sumber tertulis sampai abad ke-5 sejak ditemukan prasasti yupa di Kalimantan Timur) dan Periode Klasik atau Hindu-Buddha (abad ke-5 hingga ke-15). Setelah itu muncul Periode Islam dan Periode Kolonial yang umumnya dihubungkan dengan Kristen.

Meskipun dalam pembabakan Periode Islam dimulai pada abad ke-15 setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, namun pada kenyataan pernah ditemukan sejumlah makam yang bertarikh sebelum abad ke-15. Tinggalan dari Periode Islam cukup banyak jenisnya. Ada yang berupa benda tak bergerak seperti masjid dan makam. Ada pula benda bergerak seperti keramik dan koin.

Kubang atau jirat semu dari Sulawesi Selatan (Sumber: Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid III)
Kubang atau jirat semu dari Sulawesi Selatan (Sumber: Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid III)

Makam kuno

Cukup banyak makam kuno yang ditemukan di Nusantara. Tentu saja yang dimaksud adalah makam-makam bersejarah dan makam-makam tokoh, antara lain raja, wali, atau ahli agama.

Ada makam yang berada di lingkungan masjid, ada pula makam yang berdiri sendiri atau di kompleks makam para raja.

Dulu, para tokoh telah menunjuk tempat mereka dimakamkan. Biasanya tempat yang dipilih adalah sebuah bukit kecil atau tempat yang dianggap keramat. Bahkan di beberapa tempat ada makam-makam yang dibangun di bekas candi atau kelompok candi. Candinya sendiri mungkin sudah runtuh atau sengaja diruntuhkan. Demikian menurut R.Soekmono dalam buku Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid III.

Penggabungan masjid dengan makam dapat dilihat di Situs Banten Lama, Serang. Sayang, menurut Soekmono, beberapa masjid makam umumnya sudah berkali-kali mengalami perubahan, baik karena tambahan penggunaannya maupun karena perbaikan-perbaikan untuk menggantikan bagian yang runtuh atau rusak. Akibatnya kesulitan besar bagi peneliti untuk menentukan mana bangunan asli dan mana bangunan dari masa kemudian.

Makam memiliki berbagai ukuran dan bentuk, disesuaikan dengan strata sosial orang yang meninggal. Kompleks makam para raja, tentu dibuat megah dan mewah. Makam-makam itu dikelompokkan menurut hubungan kekeluargaan. Makam-makam pertama diketahui meniru model candi, yakni berada di ketinggian dan berbentuk megah.

Dari hasil penelitian arkeologi diketahui ada makam asing dan makam nusantara. Makam asing menggunakan jirat buatan luar negeri, misalnya makam di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Termasuk makam Nusantara adalah makam-makam selebihnya di Pasai dan makam-makam di Troloyo. Diketahui pula makam asing tidak memakai nisan, sedangkan dalam makam nusantara nisan menduduki tempat penting.

Cungkub makam Puteri Suwari di Leran, Gresik (Sumber: Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid III)
Cungkub makam Puteri Suwari di Leran, Gresik (Sumber: Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid III)

Fatimah binti Maimun

Saah satu makam tertua di Indonesia adalah makam Fatimah binti Maimun dari Leran, Gresik. Diketahui dari inskripsi pada nisannya berangka tahun 1082 Masehi. Fatimah sering menjadi bagian dalam penelusuran jejak Islam di Nusantara.

Di mulut rakyat Fatimah dikenal sebagai Puteri Suwari atau Puteri Cempa. Makam Fatimah diberi cungkub. Pada masa 1970-an bangunannya sudah rusak dan banyak diubah. Banyak bagian sudah tidak asli. Atap cungkub juga sudah runtuh.

Yang masih tersisa bagus hanya dinding yang diberi hiasan bingkai-bingkai mendatar. Menurut Soekmono, hal itu menunjukkan orang masih terikat betul kepada candi.

Di Indonesia ada beberapa kompleks makam raja, antara lain di Samudera Pasai, Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan. Makam-makam itu banyak dikunjungi orang, apalagi kalau makamnya dianggap keramat. Kunjungan terbanyak tentu saja pada bulan Ramadhan.

Wisata ziarah pada makam raja, wali, atau tokoh agama, sudah lama berlangsung di sini. Bukan hanya wisatawan nusantara, wisatawan mancanegara pun banyak berziarah. Banyak hal yang mereka kagumi. Ini karena makam kuno memiliki arsitektur dan seni ukir tinggi.***   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun