Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Penyebaran Islam di Nusantara, Kontribusi Tiongkok Lebih Besar daripada Kontribusi Arab

11 April 2022   14:06 Diperbarui: 11 April 2022   22:01 2174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku tentang Cheng Ho (Dokpri)

Hadiah terbesar bangsa Tiongkok ke Indonesia adalah agama Islam. Demikian pernah dikatakan Presiden BJ Habibie. Bicara pluralisme atau multikulturalisme, Habibie tak kalah dengan Presiden Abdurrahman Wahid.

Membincangkan Islam di Nusantara, kita tidak bisa mengesampingkan Laksamana Cheng Ho pada awal abad ke-15. Pernyataan Habibie dinilai kritis dan berani. Betapa tidak, menurut penelitian sejarah, Islamisasi di Nusantara dibawa masuk oleh etnis Tionghoa. Namun di masa Orde Baru, hipotesis seperti itu dilarang keras.

Sebagai contoh, pada 1968 sejarawan Slamet Muljana menulis buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.  Karena dipandang kontroversi, pada 1971 buku tersebut dilarang oleh Orde Baru. 

Lihat tulisan sebelumnya [di sini].

Setelah Residen Poortman melakukan riset dari naskah-naskah Tionghoa di kelenteng Sam Po Kong (Semarang) dan kelenteng Talang (Cirebon), ia menerbitkan lima eksemplar hasil penelitian. Publikasi itu diberi status 'sangat rahasia' sehingga hanya boleh dibaca oleh pejabat-pejabat tertentu dan hanya boleh dibaca di kantor.   

Sebagaimana laman indonesia.go.id, Poortman khawatir, jika penelitian itu diketahui khalayak luas, maka dipastikan akan menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat Islam di Pulau Jawa.

Buku tentang Cheng Ho (Dokpri)
Buku tentang Cheng Ho (Dokpri)

Laksamana Cheng Ho

Islamisasi di Indonesia berawal dari pembentukan masyarakat Tionghoa Islam yang pertama. Disebutkan antara lain Raden Patah atau Jin Bun, seorang peranakan Tionghoa.  Begitu pula beberapa Wali Songo.

Dengan bantuan Wali Songo,  Raden Patah atau Jin Bun mendirikan Kerajaan Demak. Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa.  Setelah Raden Patah (1478-1518), Demak diperintah oleh Yat Sun (Adipati Unus, 1518-1521), Tung Ka Lo (Trenggana, 1521-1546), dan Muk Ming (Sunan Prawata, 1546).

Sontak, pendapat Slamet Muljana menimbulkan reaksi dari masyarakat dan pemerintah. Selama ini masyarakat secara umum beranggapan para Wali Songo bukan berasal dari etnis Tionghoa. Mereka datang dari Gujarat (India) serta Hadramaut (Yaman) dan Arab.

Penelitian bertopik 'Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara Abad ke-15---16' pernah dilakukan Sumanto Al Qurtuby. Ia menggunakan sumber lokal seperti Babad Tanah Jawi, Babad Tuban, dan Babad Gresik. Juga sumber Tiongkok Ying-yai Sheng-lan, Hsin-cha Sheng-lan, dan Ming Shi. Ini belum termasuk sumber Portugis seperti Summa Oriental, sumber Arab seperti Ajaibil Hindi, dan sumber lisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun