Pada 25 Maret 2022 ada unggahan dari seseorang di Instagram soal prasasti kuno pada lembaran emas. Disebut-sebut di dalamnya tentang riset di Universitas Hamburg, Jerman dan sebuah laboratorium di Surabaya. Ia menyertakan pula hasil pembacaan seorang dosen UGM dari Sastra Jawa.
Lembaran emas tersebut sungguh 'luar biasa'. Ada hiasan dua arca pada bagian atas. Berat lembaran tersebut 34,18 gram sebagaimana terlihat pada angka timbangan.
Ada 10 postingan di akun tersebut, termasuk video singkat di laboratorium. "Amazing results, dari riset bahasa kuno sansekerta...bla bla bla...".
Ia melanjutkan, dari riset bahan by x-ray & microscope zoom system ratio 1:6, standard objective magnification 0,75x to 4,5X...bla bla bla...".
Banyak komentar memuji koleksinya itu. Pasti yang tidak tahu prasasti. Namun ada pula yang mengoreksi tapi tidak ditanggapi. "Aslinya dari batu," kata seseorang. Saya tahu ia seorang aktivis komunitas yang giat belajar bahasa Jawa Kuno. Sejak lama banyak komunitas memang menyelenggarakan Sinau Aksara Jawa Kuno di beberapa daerah. Tujuannya untuk melestarikan bahasa Nusantara.
Media sosial
Adanya media sosial membuat postingan itu cepat tersebar. Di Facebook malah timbul guyonan. Maklum banyak dari mereka mengerti aksara Jawa Kuno. Mereka pun geleng-geleng kepala karena lembaran emas seperti itu dikatakan hasil wangsit, nemu di hutan, atau hasil 'menarik' dari dalam tanah. Ceritanya super mistik, tentu supaya orang percaya dan berharga mahal. Ada beberapa lembaran seperti itu sudah diketahui para arkeolog.
Banyak arkeolog pun ikut berkomentar. Apalagi mereka tergabung dalam organisasi profesi Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia dan Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia. Epigrafi adalah pengetahuan yang mempelajari aksara dan bahasa kuno. Para anggotanya terdiri atas arkeolog, sejarawan, dan peminat dari berbagai kalangan.
Kembali ke lembaran emas bertulis atau prasasti emas. Sebenarnya sudah lama fenomena duplikasi prasasti terjadi di Indonesia. Saya sendiri pernah tahu dari seorang kolektor yang dihubungi oleh penjual. Mungkin karena teknologi semakin berkembang, banyak perlengkapan untuk melakukan duplikasi tersedia di pasaran.
Saya pernah lihat di tayangan video di media sosial, seseorang sedang membuat duplikasi terhadap koin kuno. Hasilnya rapi sekali. Hanya pakar berpengalaman yang mampu membedakan koin asli dan koin hasil duplikasi.
Begitu juga dengan lembaran emas bertulis itu. Kalau dilihat sepintas memang kuno. Ada tulisan beraksara dewa yang sulit dimengerti masyarakat masa kini. Ada gambar fantastis menunjukkan keterampilan karya seni sangat tinggi. Terbuat dari emas sehingga menunjukkan harga yang mahal. Apalagi dibumbui Universitas Hamburg dan uji laboratorium. Kemungkinan ia tertipu penjual nakal. Tipu-tipu untuk mencari keuntungan.
Prasasti Gajah Mada
Fenomena penduplikasian koleksi sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Sayang karya kreatif ini dimanfaatkan untuk mengelabui orang atau kolektor dengan motif ekonomi. Modal murah dijual mahal, begitulah.Â
Silakan baca tulisan berikut [Banyak Prasasti Palsu dari Lembaran Emas untuk Menipu Kolektor].
Banyak arkeolog yang menekuni epigrafi sudah beberapa kali mendengar kasus ini. Biasanya sumber untuk membuat duplikasi adalah Prasasti Gajah Mada yang kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Sebagian menyebutnya Prasasti Singosari karena ditemukan pada 1904 di dekat Candi Singosari, Malang. Dinamakan Prasasti Gajah Mada karena menyebutkan seorang tokoh bernama Mpu Mada atau Gajah Mada. Di antara banyak prasasti, inilah tulisan terbagus dan terjelas, meskipun sudah berusia ratusan tahun.
Prasasti Gajah Mada memiliki 17 baris tulisan hanya pada sisi depan (recto). Aksara dan bahasa yang digunakan adalah Jawa Kuna. Bentuk aksara Prasasti Gajah Mada ini lazim digunakan pada prasasti-prasasti yang berasal dari abad ke-13-14 Masehi. Ini sesuai dengan pertanggalan prasasti itu, yakni 1273 Saka atau 1351 Masehi.
Mau tahu apa kesalahan si pembuat duplikasi? Perhatikan prasasti batu terlebih dulu, tidak usah banyak-banyak. Lalu perhatikan prasasti kuno pada emas. Bandingkan baris pertama pada prasasti batu dengan baris pertama pada prasasti emas.
Buat orang awam bagian yang paling nyata terdapat pada pada baris keempat, sebagaimana tanda panah. Ternyata prasasti pada lembaran emas aksaranya terbalik, jadi harus dibaca dari kanan ke kiri. Prasasti batu tetap dibaca dari kiri ke kanan.
Semoga masyarakat jelas dan tidak ada yang tertipu. Duplikasinya salah, harganya tinggi. Mulai sekarang hati-hati, tanyakan kepada orang yang mengerti terlebih dulu. Jangan asal beli, apalagi terbujuk rayu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H