Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Misteri Pebulutangkis Rudy Hartono pada Asian Games 1974 dan All England 1976

25 Maret 2022   15:41 Diperbarui: 25 Maret 2022   15:43 2000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Liem Swie King juara All England 1978/kiri/indosport.com dan Tjuntjun/Johan Wahyudi juara All England 1980/kanan/kompas/kartono ryadi

Nama Rudy Hartono (lahir 1949) turut mengharumkan nama Indonesia di bidang bulutangkis. Meskipun sudah menghasilkan banyak trofi individu dan Piala Thomas, namanya yang paling dicatat adalah sebagai juara All England 7 kali berturut-turut. Ia merebut trofi itu pada 1968-1974. Pada 1975 ia kalah dari musuh bebuyutannya asal Denmark, Svend Pri.

Namun Rudy merebut kembali trofi All England pada 1976. Saat itu terjadi final sesama Indonesia, Rudy melawan Liem Swie King. Dalam final itu King kalah 15-7 dan 15-5. Skor yang cukup telak. Dengan kemenangan itu, Rudy menambah lagi 1 gelar All England menjadi 8. Rekor baru yang sulit dipecahkan siapapun sampai kapanpun.

Muncul gunjingan hangat ketika itu. King sengaja mengalah demi memuluskan langkah Rudy untuk membuat rekor. Sampai sekarang masalah kekalahan King itu masih menjadi misteri.

Banyak orang menilai ada orang di balik layar yang mengatur itu. Masalahnya, Rudy sempat terseok-seok sebelum mencapai final. Ia harus memeras tenaga untuk meraih kemenangan. Sebaliknya langkah King terbilang mulus. Lawan-lawan kuat macam Sture Johnson dari Swedia dan Svend Pri dari Denmark, berhasil dikalahkannya dengan mudah. Semoga misteri itu segera terjawab. King sendiri pada 1978 menjuarai All England dengan mengalahkan Rudy Hartono.

Liem Swie King juara All England 1978/kiri/indosport.com dan Tjuntjun/Johan Wahyudi juara All England 1980/kanan/kompas/kartono ryadi
Liem Swie King juara All England 1978/kiri/indosport.com dan Tjuntjun/Johan Wahyudi juara All England 1980/kanan/kompas/kartono ryadi

Asian Games 1974

Setelah Rudy merebut gelarnya ke-7, beberapa bulan kemudian berlangsung Asian Games 1974 di Iran. Inilah pertama kali negara Asia Barat menyelenggarakan Asian Games. Sebelumnya Asian Games berlangsung di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur.

Tiongkok mulai berpartisipasi dalam Asian Games ini. Maklum Tiongkok masuk PBB menggantikan posisi Taiwan pada 1971. Beda dengan All England atau kejuaraan lain, sebagai negara Asia yang sudah bergabung dengan PBB, Tiongkok berhak mengikuti Asian Games.

Asian Games merupakan ajang multi event. Tentu saja Tiongkok berpartisipasi juga dalam cabang bulutangkis.

Tiongkok mengirim sejumlah pemain, yang sebagian besar asal Indonesia. Di putra ada Tong Sin Fu, Hou Jia Chang, dan Fang Kai Xiang. Di putri ada Chen Yu Niang dan Liang Chiu Xia. Liang adalah kakak kandung Tjuntjun.

Indonesia mengirimkan Liem Swie King, Nunung Mujianto, Tjuntjun/Johan Wahyudi, dan Christian Hadinata/Ade Chandra di bagian putra. Sementara di bagian putri Minarni, Theresia Widiastuti, Regina Masli, Imelda Wigoena, Sri Wiyanti.

Ternyata tidak ada nama Rudy Hartono. Apakah Indonesia sengaja melepas sektor tunggal putra, mengingat Liem Swie King dan Nunung Mujianto adalah pemain muda. King berusia 18 tahun (lahir 1956) ketika itu. Nunung tidak berbeda jauh.

Dalam beregu putra medali emas direbut Tiongkok, sementara kita kebagian perak. Di tunggal putra pun terjadi final sesama Tiongkok, Hou Jia Chang mengalahkan Fai Kai Xiang. Untung Liem Swie King merebut medali perunggu setelah mengalahkan Tan Aik Mong dari Malaysia.

Dalam pertandingan itu King dan Nunung kalah dari Hou Jia Chang. Kita sendiri merebut medali emas dan perak pada ganda putra (Tjuntjun/Johan Wahyudi mengalahkan Christian Hadinata/Ade Chandra) dan ganda campuran (Christian Hadinata/Regina Masli mengalahkan Tjuntjun/Sri Wiyanti).

Ke mana Rudy Hartono? Ini juga masih misteri. Pada awal 1974 memang tim putra/putri Tiongkok sedang berpromosi bulutangkis. Mereka melawat ke berbagai negara kuat, seperti Malaysia, Thailand, dan Denmark. Semua pemain berhasil mereka libas.

Timbul pertanyaan, apakah Rudy takut berhadapan dengan Hou dan Tong yang pernah digadang-gadang sebagai duplikat Tan Joe Hok. Tan Joe Hok (lahir 1937) adalah pemain Indonesia pertama yang meraih gelar All England. Hou dan Tong sama-sama kelahiran 1942, sementara Fang kelahiran 1940. Masa 1990-an Fang pernah melatih tim yunior Indonesia.

Saya penasaran, pasti pembaca Kompasiana juga penasaran. Semoga ada jawaban pasti, jangan sampai bilang, "Tanya saja pada rumput yang bergoyang".***  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun