Lain lagi berita dinasti Ming (1368-1644) dari Tiongkok. Sumber ini menyebutkan bahwa penduduk Majapahit mempunyai kebiasaan bermain musik di saat bulan purnama.
Kelompok wanita yang terdiri atas 20-30 orang itu bergandengan tangan mendatangi rumah-rumah sanak saudara atau orang-orang kaya. Mereka menyanyikan lagu-lagu daerah, lalu mendapatkan upah. Demikian diungkapkan Sejarah Nasional Indonesia II dan Kamus Arkeologi II.
Musik dikenal di semua lingkungan. Ada satu jenis alat musik yang dimainkan sendiri untuk menghibur diri. Ada pula sejumlah alat musik yang merupakan satu ansambel dan dimainkan secara bersama-sama oleh beberapa orang.
Musik ini dipergunakan dalam bermacam-macam suasana, seperti pengiring tarian, upacara keagamaan, dan untuk menunjukkan suatu kebesaran atau lingkungan.
Dari sumber sejarah diketahui, tidak setiap jenis alat musik dikenal setiap lingkungan. Lute dan bar-zither tidak pernah terdapat di kalangan rakyat jelata. Di kalangan bangsawan hanya dikenal simbal mangkok atau simbal genta.
Kala itu fungsi penggambaran musik adalah untuk menyemarakkan acara dan mengiring arak-arakan.
Sedangkan guna musik adalah sebagai bagian dari upacara, sebagai sarana untuk bersenang-senang, sebagai pelengkap kebesaran seseorang, sebagai penyemarak suasana, dan sebagai pengiring tarian.
Pada zaman dulu seniman-seniman yang ada adalah pamukul (pemain gamelan), abonjing (pemain angklung), bhangsi (peniup suling), pasangkha (peniup terompet), dan parpadaha (pemain gendang). Beberapa istilah lain belum teridentifikasi sehingga kita belum tahu apa profesi mereka.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H