Di musim hujan ini banjir di Sintang, sebuah kabupaten di Kalimantan Barat, menjadi perbincangan hangat. Banjir Sintang mulai terjadi sejak 21 Oktober 2021.
Akibat hujan deras, banyak desa terendam air. Ada yang hanya belasan sentimeter, ada yang mencapai lebih dari satu meter. Tentu saja banyak warga harus mengungsi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun turun tangan. Â Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan akan kembali tinggi pada Januari-Februari 2022.
Mungkin inilah salah satu banjir terlama yang pernah melanda wilayah di Indonesia. Hingga saat ini banjir belum hilang, meskipun sudah surut di beberapa tempat. Diduga penyebab utama banjir Sintang adalah kerusakan di bagian hulu pada area penangkapan hujan yang terjadi sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Daerah hulu merupakan daerah tangkapan hujan.
Sejarah Sintang
Saya belum hafal daerah Sintang. Beberapa tahun lalu saya pernah ke Museum Sintang, belum ke daerah-daerah di sekitarnya.
Ketika itu saya dihadiahi buku Sejarah Sintang tulisan Anouk Fienieg. Tulisan tersebut bersumber dari buku, naskah, arsip, dan artikel yang ada di Belanda.
Dalam buku dikatakan pada 2004 ditandatangani MOU antara Pemerintah Daerah Sintang dengan Tropenmuseum (Belanda) tentang pembangunan Pusat Kebudayaan di Sintang.
"Pusat Kebudayaan Sintang akan menjadi sumber kebudayaan dan pendidikan bagi penduduk Sintang, sebagai sumbangan untuk melestarikan warisan budaya dan sejarah setempat," demikian tulisan dalam kata pendahuluan buku.
Tiga kegiatan utama proyek itu adalah penelitian sejarah Sintang, pendirian sebuah museum, dan membuat film dokumentasi tentang tradisi tekstil di Sintang.
Sintang dan Belanda memiliki hubungan sejak 1822. Karena itu sumber tertulis yang ada masih berbahasa Belanda dan berdasarkan perspektif Belanda. Sayang banyak arsip Belanda dihancurkan oleh tentara Jepang ketika itu.