Keramik
Di antara sejumlah barang dari kapal karam, keramik paling memperoleh perhatian karena nilai ekonominya dipandang tinggi. Namun beberapa tahun lalu benda-benda dari kapal karam gagal dilelang di sini. Nah, benda-benda itu menjadi milik Kementerian Keuangan. Kemudian barang-barang yang berupa keramik dihibahkan kepada Museum Seni Rupa dan Keramik milik Pemprov DKI Jakarta.
Supaya keramik-keramik itu awet, tentu saja perlu dilakukan konservasi. Dalam bahasa sehari-hari, konservasi adalah tindakan pemeliharaan dan perlindungan. Konservasi menggunakan bahan-bahan kimia dan perlu keterampilan. Keramik milik Museum Seni Rupa dan Keramik itu ditangani oleh Pusat Konservasi Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Maklum, keramik dari laut itu masih mengandung garam-garaman. Maka tenaga terlatihlah yang mengerjakan konservasi. Mencuci keramik kuno tidak seperti kita mencuci piring pada masa sekarang. Keramik kuno harus direndam terlebih dulu dalam waktu beberapa jam. Setelah itu dinetralkan dengan air khusus. Untuk menghilangkan kotoran diberi asam sitrat.
Setelah itu disikat secara perlahan-lahan di bawah air yang mengalir. Setelah bersih diangin-angin. Jika sudah kering dilihat dengan teliti, apakah perlu tindakan selanjutnya seperti menambal bagian yang retak, dsb. Keramik-keramik yang sudah kering dibungkus dengan kertas khusus yang tidak mengandung asam.
Yang jelas upaya konservasi termasuk rumit. Tentu saja ini supaya benda bertahan lama. Apalagi disimpan dalam lemari pajangan museum untuk dilihat oleh publik.
Dokumentasi juga penting. Sebelum dan sesudah benda dikonservasi, petugas akan melakukan pemotretan. Dengan demikian akan kelihatan perbandingan sebelum dan sesudah konservasi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H