Seperti halnya manusia, 'wajah' keramik kuno pun perlu 'dipoles' agar enak dipandang mata. Bayangkan kalau keramik kuno itu penuh totol putih, kusam, ada bintil-bintil, bahkan terkesan kotor. Keramik kuno seperti itu biasanya berasal dari dalam air laut.
Ratusan tahun yang lalu dunia perdagangan antarnegara berlangsung lewat perairan. Â Ada yang membawa perhiasan dari negara asal. Ada yang membawa keramik dari negara asal atau mengambil barang tersebut di negara yang disinggahi. Pokoknya banyak barang dagangan dibawa dari negara asal dan mereka membawa barang-barang lain dari negara yang disinggahi atau negara tujuan.
Dari Nusantara, mereka membawa rempah, kapur barus, kemenyan, kayu cendana, dan masih banyak lagi. Ketika itu transaksi masih dilakukan sangat sederhana.
Kapal kargo
Kapal-kapal yang membawa muatan itu sering disebut kapal kargo. Karena berbagai penyebab, di tengah perjalanan kapal kargo itu tenggelam atau karam. Misalnya karena menabrak karang atau kena badai laut. Ada juga karena peperangan atau perompakan. Belum lagi karena kendala teknis pada kapal, seperti kerusakan kemudi dan kemasukan air.
Kapal kargo yang karam itu sering menjadi buruan para nelayan, penyelam, dan penjarah. Orang-orang amatiran hingga profesional sering terlibat dalam perbuatan ilegal itu. Pemerintah tidak bisa berbuat banyak karena sulit mengawasi mereka. Sesekali memang mereka pernah tertangkap patroli laut. Barang-barang jarahan mereka kemudian disita untuk negara.
Barang-barang dari kapal kargo karam itu dikenal sebagai harta karun laut. Nilai ekonomisnya sangat tinggi. Maka pada 1980-an dibentuk Panitia Nasional Pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (Pannas BMKT). Selanjutnya eksplorasi laut dikerjasamakan dengan investor melalui sistem bagi hasil.
Dalam perjanjian itu disebutkan "Pemerintah berhak memilih koleksi-koleksi terbaik yang akan menjadi Milik Negara". Dalam hal ini Koleksi Negara itu disimpan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (nama lama) untuk didistribusikan kepada museum dan lembaga pendidikan. Â Selain Kemendikbudristek, harta karun laut ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Keuangan. Â
Keramik
Di antara sejumlah barang dari kapal karam, keramik paling memperoleh perhatian karena nilai ekonominya dipandang tinggi. Namun beberapa tahun lalu benda-benda dari kapal karam gagal dilelang di sini. Nah, benda-benda itu menjadi milik Kementerian Keuangan. Kemudian barang-barang yang berupa keramik dihibahkan kepada Museum Seni Rupa dan Keramik milik Pemprov DKI Jakarta.
Supaya keramik-keramik itu awet, tentu saja perlu dilakukan konservasi. Dalam bahasa sehari-hari, konservasi adalah tindakan pemeliharaan dan perlindungan. Konservasi menggunakan bahan-bahan kimia dan perlu keterampilan. Keramik milik Museum Seni Rupa dan Keramik itu ditangani oleh Pusat Konservasi Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Maklum, keramik dari laut itu masih mengandung garam-garaman. Maka tenaga terlatihlah yang mengerjakan konservasi. Mencuci keramik kuno tidak seperti kita mencuci piring pada masa sekarang. Keramik kuno harus direndam terlebih dulu dalam waktu beberapa jam. Setelah itu dinetralkan dengan air khusus. Untuk menghilangkan kotoran diberi asam sitrat.
Setelah itu disikat secara perlahan-lahan di bawah air yang mengalir. Setelah bersih diangin-angin. Jika sudah kering dilihat dengan teliti, apakah perlu tindakan selanjutnya seperti menambal bagian yang retak, dsb. Keramik-keramik yang sudah kering dibungkus dengan kertas khusus yang tidak mengandung asam.
Yang jelas upaya konservasi termasuk rumit. Tentu saja ini supaya benda bertahan lama. Apalagi disimpan dalam lemari pajangan museum untuk dilihat oleh publik.
Dokumentasi juga penting. Sebelum dan sesudah benda dikonservasi, petugas akan melakukan pemotretan. Dengan demikian akan kelihatan perbandingan sebelum dan sesudah konservasi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H