Ketika masih sekolah pada 1970-an, saya sering dikasih uang-uang lama oleh ibu saya. Ada yang masih bagus, ada yang sudah terlipat. Saya juga sering nemu uang-uang lama, baik uang kertas maupun uang logam (koin), di laci-laci lemari. Uang-uang itu saya kumpulkan sedikit demi sedikit.
Berawal dari situlah saya menyenangi dunia koleksi. Kalau tidak salah pada 1985 saya mulai menjadi anggota Perhimpunan Penggemar Koleksi Mata Uang (PPKMU). Kegiatan yang sering dilakukan PPKMU berupa lelang. Biarpun setiap dua bulan, dalam setiap lelang saya selalu mendapatkan koleksi.
![Harga Seri Federal sekitar Rp5.000 dalam lelang PPKMU 1990 (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/03/federal-05-608f761ad541df12eb779062.jpeg?t=o&v=770)
Ketika itu lelang dihadiri 30-an anggota. Materi lelang tentu saja berasal dari anggota. Banyak dari mereka memiliki koleksi dobel atau berlebih. Nah, koleksi itulah yang mereka lelang. Sering kali lelang diawali harga TL, artinya Tanpa Limit.
Di sini lelang berlangsung secara kekeluargaan. Bukan seperti lelang profesional yang adu ngotot ingin mendapatkan koleksi. Kalau Tanpa Limit, biasanya seseorang mengangkat tangan dan bilang "Seribu". Kadang diikuti yang lain "Dua ribu", "Tiga ribu", dst. Untuk koleksi yang tergolong murah atau banyak di pasaran, biasanya lelang berhenti pada angka "Lima ribu" atau "Enam ribu". Inilah kesempatan pemula untuk mendapatkan koleksi murah.
![Bagian belakang Seri Federal (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/03/federal-06-608f7663d541df2e3d1aa252.jpeg?t=o&v=770)
Dalam lelang itu, saya sering mendapatkan koleksi murah. Murah di sini di bawah Rp10.000. Dalam lelang, dijual koleksi tunggal atau koleksi berseri. Seingat saya, saya pernah mendapatkan uang kertas Seri Sudirman 1, 2 , 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1000 seharga Rp6.000. Begitu juga Seri Bunga.
Namun untuk seri besar, harganya lebih tinggi. Yang dimaksud seri besar adalah uang bernominal di atas Rp1.000, seperti Rp5.000 dan Rp10.000. Ternyata dulu murah sekarang lumayan tinggi. Oh ya, dulu belum dikenal grading seperti Unc (Uncirculated), EF (Extra Fine), atau F (Fine) karena lelang berlangsung tatap muka.
![Harga Seri Federal menurut buku Oeang Noesantara 2015 (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/03/federal-07-608f76a7edb24b6c4f6278c2.jpeg?t=o&v=770)
Dulu setiap lelang Tanpa Limit, saya selalu berpartisipasi. Maklumlah pemula yang masih tergolong bokek. Untuk koleksi-koleksi yang termasuk 'berat', saya sering kalah lawan kolektor-kolektor berduit. Tak apalah, namanya berkoleksi harus disesuaikan dengan kemampuan kantong. Jangan terlalu maksa mendapatkan koleksi 'berat'.
Pada 2000-an saya mulai memilah dan memilih koleksi. Ternyata banyak koleksi dobel hasil dari lelang itu. Beberapa koleksi yang dobel itu saya jual ke sesama kolektor yang belum punya. Karena saat itu sudah ada buku katalog uang kertas, maka transaksi dilakukan dengan 'harga katalog".
Koleksi saya yang cukup banyak dobel antara lain Seri Federal 10 Sen dan 25 Sen sebagaimana tampak pada gambar. Saya sering mendapatkan koleksi itu pada kegiatan lelang seharga Rp2.000 hingga Rp5.000 selembar. Karena banyak, dua lembar koleksi saya laminating lalu menjadi pembatas buku yang unik.
![Harga Seri Federal menurut Katalog Uang Kertas Indonesia 1782-1996 (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/03/federal-gabungan-608f76e4d541df4ad0360b42.jpg?t=o&v=770)
Seri Federal dikeluarkan pada 1947 sebagaimana terlihat pada data teknis. Data teknis penting diketahui kolektor.
Dari hobi menjadi investasi memang kenyataan, meskipun hanya sambilan. Dalam situasi pandemi seperti sekarang memang lumayan buat beli sembako. Sebenarnya masih banyak koleksi saya yang masih mencari 'majikan' baru, meskipun tergolong koleksi 'ringan'. Artinya harganya masih cukup terjangkau karena rata-rata cuma dua digit sampai tiga digit. Â Belum sampai jutaan rupiah per koleksi. Harga berkembang sesuai pasar.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI