Ketika masih sekolah pada 1970-an, saya sering dikasih uang-uang lama oleh ibu saya. Ada yang masih bagus, ada yang sudah terlipat. Saya juga sering nemu uang-uang lama, baik uang kertas maupun uang logam (koin), di laci-laci lemari. Uang-uang itu saya kumpulkan sedikit demi sedikit.
Berawal dari situlah saya menyenangi dunia koleksi. Kalau tidak salah pada 1985 saya mulai menjadi anggota Perhimpunan Penggemar Koleksi Mata Uang (PPKMU). Kegiatan yang sering dilakukan PPKMU berupa lelang. Biarpun setiap dua bulan, dalam setiap lelang saya selalu mendapatkan koleksi.
Ketika itu lelang dihadiri 30-an anggota. Materi lelang tentu saja berasal dari anggota. Banyak dari mereka memiliki koleksi dobel atau berlebih. Nah, koleksi itulah yang mereka lelang. Sering kali lelang diawali harga TL, artinya Tanpa Limit.
Di sini lelang berlangsung secara kekeluargaan. Bukan seperti lelang profesional yang adu ngotot ingin mendapatkan koleksi. Kalau Tanpa Limit, biasanya seseorang mengangkat tangan dan bilang "Seribu". Kadang diikuti yang lain "Dua ribu", "Tiga ribu", dst. Untuk koleksi yang tergolong murah atau banyak di pasaran, biasanya lelang berhenti pada angka "Lima ribu" atau "Enam ribu". Inilah kesempatan pemula untuk mendapatkan koleksi murah.
Dalam lelang itu, saya sering mendapatkan koleksi murah. Murah di sini di bawah Rp10.000. Dalam lelang, dijual koleksi tunggal atau koleksi berseri. Seingat saya, saya pernah mendapatkan uang kertas Seri Sudirman 1, 2 , 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1000 seharga Rp6.000. Begitu juga Seri Bunga.
Namun untuk seri besar, harganya lebih tinggi. Yang dimaksud seri besar adalah uang bernominal di atas Rp1.000, seperti Rp5.000 dan Rp10.000. Ternyata dulu murah sekarang lumayan tinggi. Oh ya, dulu belum dikenal grading seperti Unc (Uncirculated), EF (Extra Fine), atau F (Fine) karena lelang berlangsung tatap muka.
Dulu setiap lelang Tanpa Limit, saya selalu berpartisipasi. Maklumlah pemula yang masih tergolong bokek. Untuk koleksi-koleksi yang termasuk 'berat', saya sering kalah lawan kolektor-kolektor berduit. Tak apalah, namanya berkoleksi harus disesuaikan dengan kemampuan kantong. Jangan terlalu maksa mendapatkan koleksi 'berat'.
Pada 2000-an saya mulai memilah dan memilih koleksi. Ternyata banyak koleksi dobel hasil dari lelang itu. Beberapa koleksi yang dobel itu saya jual ke sesama kolektor yang belum punya. Karena saat itu sudah ada buku katalog uang kertas, maka transaksi dilakukan dengan 'harga katalog".