Arkeologi atau Ilmu purbakala selalu dihubungkan dengan benda-benda kuno. Kolektor juga dihubungkan dengan benda-benda kuno. Namun tentu saja ada perbedaan di antara keduanya. Â
Arkeolog menangani benda-benda kuno dengan kaidah ilmiah. Lalu mencari narasi tentang benda-benda tersebut, dihubungkan pula dengan benda-benda lain yang sezaman sehingga menghasilkan informasi sejarah. Cerita inilah yang sampai kepada kita.Â
Sebaliknya kolektor hanya mementingkan keindahan dan nilai ekonomi dari benda tersebut. Syukur-syukur benda tersebut menjadi investasi berharga di kemudian hari.
Pekerjaan arkeologi yang khas disebut ekskavasi atau penggalian arkeologis. Ekskavasi dilakukan dengan metode dan teknik tertentu. Kalau memperoleh benda temuan, dicatat, digambar, atau difoto. Yang jelas, didokumentasikan secara detail.
Setelah pekerjaan lapangan selesai, benda-benda itu dianalisis di kantor. Selanjutnya dibuat tulisan dengan informasi dan hipotesis atau tafsiran selengkap mungkin. Ini dimaksudkan agar bisa dikaji atau diteliti atau bahkan sumber referensi untuk peneliti-peneliti lain. Â
Pekerjaan ekskavasi arkeologi hanya boleh dilakukan oleh dua instansi arkeologi, yakni Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan sejumlah Unit Pelaksana Teknis dibawahnya, yakni Balar Arkeologi (Balar).Â
Instansi arkeologi lain yang bergerak di bidang pelestarian, yakni Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) juga melakukan ekskavasi yang bersifat penyelamatan.Â
Kalau masyarakat melakukan ekskavasi tanpa izin, namanya ekskavasi ilegal atau penggalian liar. Ada hukum pidana yang mengaturnya sebagaimana Undang-Undang Cagar Budaya 2010.
Salah satu Balar tertua di Indonesia ada di DI Yogyakarta. Namanya Balar DI Yogyakarta. Meskipun pada nama tertera Yogyakarta, namun pekerjaan penelitian dan pengembangan arkeologi tidak terbatas pada Yogyakarta. Wilayah kerja Balar DIY mencakup juga Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Yang dimaksud penelitian adalah pencarian situs dan benda; analisis dan interpretasi; serta penyimpanan, perawatan, dan pengawetan benda hasil penelitian. Sementara yang dimaksud pengembangan adalah pendayagunaan hasil penelitian; publikasi dan dokumentasi; serta inventarisasi dan penyusunan data.
Sejak beberapa tahun lalu Rumah Peradaban menjadi tempat memamerkan hasil penelitian. Rumah Peradaban ibarat museum.
Penelitian arkeologi di instansi mana pun selalu berdasarkan spesialisasi si peneliti. Garis besarnya disesuaikan dengan periodesasi dalam arkeologi, seperti masa Prasejarah, masa Klasik atau Hindu-Buddha, masa Islam, dan masa Kolonial. Bahkan ada tambahan baru Arkeologi Bawah Air.
Penelitian prasejarah antara lain mencakup manusia purba dan kehidupan purba. Ada beberapa situs prasejarah yang dikenal seperti Patiayam dan Bumiayu. Di Balar DIY biasanya penelitian prasejarah dipimpin Pak Harry Widianto dan Ibu Indah Asikin. Penelitian Pak Harry tentu tidak diragukan lagi karena beliau bergelar Profesor Riset.
Penelitian lain yang gencar dilakukan tentang situs Liyangan, di dekat wilayah Temanggung. Pak Sugeng Riyanto yang menjadi lokomotif penelitian. Saat ini Pak Sugeng menjadi Kepala Balar DIY.
Sayang, sejak pandemi Covid melanda negara kita, penelitian lapangan jarang sekali dilakukan. Untuk sementara dilakukan penelitian non-lapangan yang disebut desk study.
Nah kalau ingin tahu lebih banyak belajar atau mengetahui tentang arkeologi, silakan hubungi Balar DIY, Jalan Gedongkuning No. 174, Yogyakarta 55171, Telepon 0274-377913 atau kunjungi laman arkeologijawa.kemdikbud.go.id. Bisa juga lewat pos elektronik balar.yogyakarta@kemdikbud.go.id.
Balar DIY memiliki akun Facebook di balar jogya dan akun Instagram di balarjogja. Bahkan kanal Youtube di balar jogja.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H