Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karena Berbahan Baku Kedelai Impor, Tempe Belum Bisa Masuk Warisan Dunia UNESCO

5 Januari 2021   12:51 Diperbarui: 5 Januari 2021   12:56 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempe goreng tepung (atas/sumber: suara.com) dan tanaman kacang kedelai (bawah/sumber: ilmupengetahuanumum.com)

Kembali ke sejarah tempe, saya coba lihat literatur tentang prasasti dari abad ke-9 hingga ke-10. Memang prasasti banyak menyebutkan makanan rakyat dan makanan kerajaan, juga tanaman-tanaman yang ada kala itu, namun tidak ada penyebutan tentang kedelai apalagi tempe.  Kemungkinan teknik fermentasi untuk pembuatan tempe belum dikenal.

Namun dalam Kamus Jawa Kuna -- Indonesia karya Romo Zoetmulder, tercantum kata kadele (kedelai). Entah sejak kapan kedelai masuk ke Nusantara.

Sampai saat ini banyak prasasti belum terbaca tuntas karena berbagai masalah, seperti batunya sudah aus atau aksaranya sudah hilang. Semoga nanti para pakar mampu menemukan kata kedelai, bahkan tempe.

Meskipun banyak negara mengakui tempe adalah produk asli Indonesia, namun karena memakai kedelai impor, maka tempe tidak bisa dimasukkan sebagai Warisan Dunia Takbenda oleh UNESCO. 

Ayo, kita mulai membudidayakan kedelai lokal yang berkualitas tinggi, sehingga tempe bisa diakui oleh dunia secara resmi.  Jangan sampai kebudayaan kita diakui oleh negara lain. Dengan demikian tempe bisa bersanding dengan batik dan keris yang lebih dulu diakui UNESCO.***  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun