Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Palmistri, Astrologi, dan Numismatik "Dewa Penolong" Hidup Saya di Kala Pandemi

3 Januari 2021   19:08 Diperbarui: 5 Januari 2021   04:50 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian koleksi buku-buku palmistri saya (Dokpri)

Perlu diketahui, karakter bawaan setiap individu ada pada data kelahiran berupa tanggal lahir, bulan lahir, tahun lahir, dan jam lahir. Keempat komponen itu sangat penting dalam astrologi. Dalam menganalisis, saya menggunakan astrologi Tiongkok berupa Ba Zi dan Zi Wei Dou Shu. Kadang-kadang mencari bandingan lewat astrologi India (Hindu) dan astrologi Barat.

Segala perubahan hidup manusia bisa dilihat dari palmistri. Jadi saling melengkapi antara astrologi dengan palmistri. Penganalisisan itu membutuhkan waktu sekitar dua jam. Yah lumayan, harus buka buku ini dan buka buku itu. Maklum saya bukan praktisi profesional. Jadi sebagai bahan belajar saya juga.

Dalam masa pandemi ini, konsultasi tertulis astrologi/palmistri menjadi "dewa penolong" buat saya. "Donasi tergantung kepuasan", begitulah kata saya. Memang tidak banyak klien saya. Bisa dihitung jari tangan dalam sebulan. Namun saling menolong menjadi prinsip saya. Yang penting saya menjadi lansia tetap aktif.

Sebagian koleksi buku-buku palmistri saya (Dokpri)
Sebagian koleksi buku-buku palmistri saya (Dokpri)
Dalam masa pandemi ini, saya juga sempat beberapa kali menjual koleksi numismatik atau uang-uang lama saya yang berlebih. Meskipun tidak ada yang berharga ratusan ribu, apalagi jutaan, lumayanlah untuk penyambung hidup di masa pandemi ini. Maklumlah tidak ada gaji, tidak ada pensiun, dan tidak pernah mendapat bantuan sosial. Jadi benar-benar sebagai pejuang mandiri.

Sebelum mewabahnya media sosial dan media daring, saya hidup dari honorarium menulis artikel di media cetak. Banyak koran dan majalah di ibu kota sudah pernah saya masuki. Namun sejak menjamurnya media digital, media-media cetak mati dan sekarat. Sejak itu kegiatan menulis artikel semakin minim.

Sekarang menulis tetap saya lakukan lewat blog publik dan publik pribadi. Meskipun tidak berhonorarium, yang penting mencerdaskan masyarakat dan tidak hoaks. Juga sebagai olah raga otak dan melatih kemampuan berpikir.

Rupanya memang sesuai dengan garis tangan saya. Ada garis-garis pada telapak tangan yang menunjukkan saya memiliki lebih dari satu keterampilan. Ternyata menulis artikel, meramal, dan bisnis kecil-kecilan. Entah apa lagi, yang penting halal. Hidup penuh perjuangan dan penuh keberuntungan. Betapa pun hidup harus dijalani di masa sulit ini.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun