Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlengkapan Digital Tiga Dimensi Membantu Display dan Restorasi Artefak Kuno

25 November 2020   19:34 Diperbarui: 25 November 2020   19:41 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Restorasi artefak kuno dengan alat canggih (Foto diambil dari makalah Pak Udaya)

Berkembangnya teknologi tentu memudahkan pekerjaan kita. Bahkan bukan cuma mudah tapi mempersingkat waktu pengerjaan. Munculnya teknologi digital ditambah kehadiran teknologi tiga dimensi membawa perubahan besar buat dunia pendidikan, permuseuman, dan bisnis. Scanner atau pemindai tiga dimensi kini telah menjadi kebutuhan pokok berbagai institusi. Begitu pula printer tiga dimensi beserta perlengkapan penunjangnya.

Kehadiran peralatan digital tersebut juga menunjang bidang heritage dan permuseuman. Pak Udaya Halim, pendiri Museum Benteng Heritage sekaligus tokoh pendidikan, mencontohkan banyak hal pada webinar sore tadi, Rabu, 25 November 2020.

Restorasi artefak kuno dengan alat canggih (Foto diambil dari makalah Pak Udaya)
Restorasi artefak kuno dengan alat canggih (Foto diambil dari makalah Pak Udaya)
Miniatur koleksi museum 

Peraga pendidikan dengan digital jauh lebih mudah dimengerti anak-anak. Apalagi anak-anak memang sudah akrab dengan perangkat digital.

Menurut Pak Udaya, peralatan tiga dimensi juga bisa diterapkan pada benda-benda koleksi museum. Biasanya demi pengamanan, museum membuat replika atau miniatur koleksi yang tergolong maskot. Koleksi-koleksi inilah yang biasanya dibawa-bawa untuk pameran keliling atau pameran di luar museum.

Teknologi tiga dimensi, kata Pak Udaya, penting untuk membantu display dan restorasi artefak kuno. Tingkat keakuratan atau presisi artefak yang dibuat dengan peralatan ini sangat tinggi. Sangat identik dengan benda asli. Beberapa koleksi British Museum dibuat dengan teknologi ini, misalnya arca batu.

Koleksi yang dibuat dengan teknologi ini juga akan menghemat ruangan. Pak Udaya mencontohkan adanya miniatur perahu dan koleksi lain. "Bayangkan kalau dibuat secara ukuran penuh. Tentu akan membuat ruangan semakin sempit," kata Pak Udaya.

Relief pada candi (Foto diambil dari makalah Pak Udaya)
Relief pada candi (Foto diambil dari makalah Pak Udaya)
Meskipun demikian, pengerjaan manual tetap diperlukan, misalnya untuk mengukir atau memperhalus perahu. Adanya teknologi tiga dimensi juga memudahkan pembuatan relief, seperti yang terdapat pada candi.

Contoh lain yang dikemukakan Pak Udaya adalah tentang gereja Notre Dame. Beberapa waktu lalu gereja di Prancis ini terbakar hebat. Namun karena sudah didokumentasikan secara digital, maka titik-titik pondasi gereja itu berhasil diketahui. Hal ini akan memudahkan rekonstruksi bangunan kuno tersebut.

Pada bagian lain Pak Udaya mencontohkan bangunan kuno di Lasem. Saat ini beliau tengah merekonstruksi sebuah rumah berarsitektur Tionghoa. Beliau dibantu oleh sejumlah tenaga dari Balai Konservasi Borobudur. Perlengkapan tiga dimensi di instansi tersebut memang terbilang canggih dibandingkan di tempat-tempat lain.

Vas keramik (atas) dan bangunan heritage di Malang (bawah) sedang dipindai (Foto diambil dari makalah Pak Eric)
Vas keramik (atas) dan bangunan heritage di Malang (bawah) sedang dipindai (Foto diambil dari makalah Pak Eric)
Cepat

Ikut berbicara Pak Eric, seorang praktisi tiga dimensi. Beliau mencontohkan perbandingan antara kerja manual dengan hasil teknologi scan dalam pengerjaan sebuah vas. Ternyata dengan alat-alat canggih itu, pekerjaan menjadi sempurna. Pak Eric juga mencontohkan bangunan-bangunan heritage di Malang yang dibuatkan dokumentasinya dengan perlengkapan tiga dimensi.

Saat ini memang belum banyak museum atau instansi arkeologi yang menggunakan perlengkapan tiga dimensi. Maklum harganya masih tergolong mahal. Namun untuk berjaga-jaga dari kemungkinan terburuk, tentu saja perlengkapan seperti ini sangat diperlukan.

Pihak museum pun harus memiliki perlengkapan demikian, terutama untuk mengamankan koleksi yang tergolong adikarya. Semoga dengan gotong royong, display museum menjadi lebih baik. Dengan demikian semakin banyak dikunjungi masyarakat.***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun