Ikut berbicara Pak Eric, seorang praktisi tiga dimensi. Beliau mencontohkan perbandingan antara kerja manual dengan hasil teknologi scan dalam pengerjaan sebuah vas. Ternyata dengan alat-alat canggih itu, pekerjaan menjadi sempurna. Pak Eric juga mencontohkan bangunan-bangunan heritage di Malang yang dibuatkan dokumentasinya dengan perlengkapan tiga dimensi.
Saat ini memang belum banyak museum atau instansi arkeologi yang menggunakan perlengkapan tiga dimensi. Maklum harganya masih tergolong mahal. Namun untuk berjaga-jaga dari kemungkinan terburuk, tentu saja perlengkapan seperti ini sangat diperlukan.
Pihak museum pun harus memiliki perlengkapan demikian, terutama untuk mengamankan koleksi yang tergolong adikarya. Semoga dengan gotong royong, display museum menjadi lebih baik. Dengan demikian semakin banyak dikunjungi masyarakat.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H