Kalau berbicara tentang lagu Indonesia Raya, pasti ingatan kita tertuju pada W.R. Supratman atau biola.
W.R. Supratman adalah pencipta lagu tersebut, sementara biola adalah alat musik yang dimainkan oleh W.R. Supratman ketika memperdengarkan lagu itu pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928.
Namun kita lupa siapa lagi orang yang berjasa di balik itu. Yo Kim Tjan atau Johan Kertajasa (1899-1968) diyakini menjadi orang yang berjasa untuk 'menyelamatkan' lagu Indonesia Raya yang kelak dipakai sebagai lagu kebangsaan saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.
Yo Kim Tjan adalah pemilik toko Populair di Pasar Baru. Beliau memiliki Orkes Populair yang salah satu pemainnya W.R. Supratman.
Pada 1927 Supratman meminta Yo Kim Tjan untuk merekam lagu Indonesia Raya. Sebelumnya upaya Supratman ditolak Tio Tek Hong dan Odeon. Perekaman dilakukan di rumah Yo Kim Tjan di Jalan Gunung Sahari Nomor 37, Jakarta Pusat.
Lagu tersebut direkam dalam dua versi. Versi pertama, Supratman bermain biola sambil menyanyikan lagu ciptaannya itu sesuai partitur yang dipublikasikan oleh majalah Sin Po edisi 10 November 1928.
Versi kedua berupa versi keroncong sesuai anjuran Supratman agar Yo Kim Tjan bisa langsung memperbanyak. Master lagu tersebut dipegang oleh Yo Kim Tjan.
Belanda menjadi kalang kabut setelah lagu tersebut diperdengarkan pada Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928. Akibatnya Belanda menyita semua piringan hitam versi keroncong yang beredar, termasuk yang baru tiba di pelabuhan. Semua piringan hitam dimusnahkan, tapi masternya selamat.
Sebenarnya Yo Kim Tjan pernah mengirim permohonan untuk memperbanyak piringan hitam lagu Indonesia Raya. Surat itu ditujukan kepada Djawatan Radio Republik Indonesia, Kementerian Penerangan. Namun melalui surat tertanggal 11 November 1953, upaya Yo Kim Tjan ditolak.
Pada 2 Desember 1957 Yo Kim Tjan mendapat surat dari Djawatan Kebudajaan. Isinya, Kusbini meminta master piringan hitam lagu Indonesia Raya, seolah mau dikeluarkan izin memperbanyak piringan hitam tersebut. Ironisnya, master piringan hitam tersebut diambil dan tidak dikembalikan.
Pada 25 Juli 1958 kembali Djawatan Kebudajaan membuat surat. Seolah-olah Yo Kim Tjan menyerahkan sendiri dengan sukarela. Namun setelah surat ini Djawatan Kebudajaan tidak pernah menghubungi Yo Kim Tjan lagi.
Ke mana raibnya master piringan hitam lagu Indonesia Raya? Sungguh ironis, benda bersejarah yang luput dari penyitaan tentara Belanda dan Jepang justru hilang di tangan bangsa sendiri.
Informasi di atas berdasarkan wawancara Pak Udaya Halim, pemilik Museum Benteng Heritage di Tangerang, dengan Ibu Kartika, puteri Yo Kim Tjan.
Terungkap dari Ibu Kartika, saat usianya 16 tahun pada masa pendudukan Jepang 1942, Yo Kim Tjan harus mengungsi ke Margajaya dan Garut. Ibu Kartika membawa master piringan hitam tersebut dalam pelukannya. Soalnya ayah beliau berkata, "Pelat ini harus diselamatkan untuk Republik nanti." Â Â
Mari kita telusuri master piringan hitam bersejarah yang raib itu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H