Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Kepurbakalaan di Liyangan Lewat Realitas Virtual

21 Oktober 2020   13:35 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:46 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melihat Liyangan dari 'udara' lewat 'kacamata' khusus (Foto: tembak layar dari kegiatan Zoom)

Setelah meluncurkan film animasi bertema manusia purba Bumiayu (Selasa, 20/10/2020), hari ini (Rabu, 21/10/2020) Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta (Balar DIY) meluncurkan Realitas Virtual (Virtual Reality) Situs Liyangan.   

Situs Liyangan berupa kompleks kepurbakalaan yang berlokasi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Mungkin karena terletak di lereng Gunung Sindoro, di situs ini banyak ditemukan tinggalan masa lampau berupa sisa-sisa candi, rumah, jalan, dan berbagai artefak lain. 

Penemuan situs tersebut diumumkan pada 2008. Awalnya dalam kegiatan penambangan pasir, para petambang menemukan struktur bangunan. Penemuan pertama berupa talud, yoni, arca, dan batu-batu candi. Penemuan selanjutnya sebuah bangunan candi yang tinggal bagian kaki dan di atasnya terdapat sebuah yoni yang unik.

Penelitian dan ekskavasi (penggalian arkeologis) dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta pada 2010 dan 2011. Disimpulkan situs Liyangan merupakan perdusunan dari masa Mataram Kuno.  Lihat juga [di sini].

Melihat situs Liyangan lewat jelajah virtual laman Balar DIY (Foto: tembak layar laman Balar DIY)
Melihat situs Liyangan lewat jelajah virtual laman Balar DIY (Foto: tembak layar laman Balar DIY)
Inovasi baru

Realitas Virtual (RV) menjadi inovasi baru di lingkungan arkeologi. Menurut Kepala Balar DIY Pak Sugeng Riyanto, tujuan pembuatan RV supaya bisa diakses di seluruh Indonesia. Jadi informasi tentang situs itu tidak hanya untuk masyarakat setempat. "Semoga aplikasi ini bisa menambah media-media informasi yang sudah ada," katanya.

Sambutan baik juga diberikan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Pak I Made Geria. Selama ini film-film anak-anak di stasiun televisi dimasuki unsur-unsur dari luar. "VR bagus karena mengangkat peradaban kita agar dipahami anak-anak," kata Pak Geria.

Menurut Pak Geria lagi, RV mampu mengemas aset menjadi media pembelajaran buat anak-anak dan masyarakat. Bahkan, katanya, soal erupsi, lingkungan, kebudayaan, dan arkeologi dari situs Liyangan akan memberi manfaat untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan dan Perbukuan Pak Totok Suprayitno mengharapkan arkeologi bisa berhubungan dengan pendidikan. "Proses pendidikan masa lalu bisa dilihat di Liyangan," katanya.

Menurut Pak Totok, arkeologi harus mengajarkan mereka memahami makna dan nilai. Otomatis mereka akan mencintai, memahami, dan tidak merusak. Bahkan, dengan virtual daya jelajah lebih luas, sehingga bisa memupuk pemahaman dan merajut kebangsaan/kebinekaan.

Klik laman Balar DIY sesuai tanda panah (Foto: tembak layar laman Balar DIY)
Klik laman Balar DIY sesuai tanda panah (Foto: tembak layar laman Balar DIY)
Laman Balar

Mas Anas menunjukkan cara melihat RV lewat "kacamata" khusus. Lewat "kacamata" ini kita harus berputar ke sana ke mari untuk melihat obyek. Cara lain tidak perlu "kacamata' khusus, namun membuka website atau laman Balar DIY [berikut].  

Menurut Pak Wisnu Aji, dalam era internet ini saatnya kita memiliki konten digital. Soalnya masyarakat terbiasa untuk belajar/mengetahui beragam subyek secara online, bahkan bersedia membayar untuk konten yang berkualitas. Selain itu masyarakat semakin familiar dengan berbagai format konten digital (artikel, buku, komik, video, podcast, termasuk RV).

"Harus ada inovasi dalam pengemasan informasi. Arkeologi jangan hanya untuk arkeologi tapi mengembangkan untuk masyarakat," kata Pak Wisnu.

Memang ada beberapa kendala kalau menggunakan jaringan internet. Semoga pemerintah bisa mendukung semua daerah, termasuk daerah terpencil, untuk memiliki jaringan yang memadai dan murah.***

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun