Penyebab keausan sudah diketahui, lalu sekarang apa solusinya? Waktu itu penulis mengusulkan beberapa hal, seperti pembatasan jumlah pengunjung yang menaiki candi. Rombongan pengunjung harus terkoordinasi dalam jumlah dan waktu tertentu, terutama pada musim libur.
Selain itu penulis mengusulkan pengunjung memakai alas kaki khusus yang lembut dan melapisi anak tangga/lantai candi dengan bahan yang awet dan tidak licin. Beberapa tahun lalu penulis pernah membaca kalau pengelola Candi Borobudur mengadakan sayembara untuk pembuatan alas kaki khusus.
Awal 2020 sebelum pandemi meluas, berbagai media ramai memberitakan kalau pihak Balai Konservasi Borobudur (BKB) memiliki rencana penambahan lapisan kayu di bagian tangga Candi Borobudur. Hal ini dilakukan demi meminimalisasi keausan atau kerusakan pada batu candi karena terkikis oleh alas kaki pengunjung.
Menurut Kepala BKB saat itu, Tri Hartono, kunjungan dua juta pengunjung pada 2009 menyebabkan batu mengalami aus dua milimeter. Kalau jumlah pengunjung rata-rata segitu, maka dalam waktu 10 tahun keausan menjadi 20 milimeter atau dua sentimeter. Merunut pernyataan Pak Tri, tentu saja ulah pengunjung harus bisa berubah.
Meskipun baru diaplikasikan pada 2020---berarti 35 tahun kemudian---penelitian tadi jelas menunjukkan untuk memberi manfaat atau bermanfaat, kita harus menunggu.Â
Semoga pandemi segera berlalu dan jumlah pengunjung menjadi normal kembali. Dari sini kita akan tahu plus minusnya menggunakan alas kaki atau kayu pelapis. Dengan demikian ilmu konservasi yang dikembangkan arkeologi bisa lebih ditingkatkan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H