Banyak orang pasti sudah pernah mendengar nama Candi Borobudur. Bahkan mungkin mengunjungi candi itu, meskipun berdomisili lumayan jauh. Sejak beberapa tahun lalu kawasan candi itu sudah indah.Â
Maklum sudah dikomersialkan dengan tujuan menarik wisatawan sekaligus menambah pemasukan. Namun tahukah Kompasianer bagaimana kondisi lingkungan Candi Borobudur 30-an tahun yang lalu?
Perlu diketahui, 50 tahunan yang lalu kondisi Candi Borobudur sudah sangat mengkhawatirkan. Batu-batu lantai candi melesak. Dinding-dinding candi miring. Maka selama bertahun-tahun Candi Borobudur dipugar. Berbagai pakar terlibat di dalam pengerjaan proyek raksasa itu, termasuk pakar dari mancanegara.Â
Akhirnya pada Februari 1984 purnapugar Candi Borobudur diresmikan oleh Presiden Suharto. Dikatakan purnapugar karena sebelumnya pada 1900-an masa Hindia-Belanda, Candi Borobudur pernah dipugar.
Tanpa disangka, pada 21 Januari 1985 orang tidak bertanggung jawab meledakkan stupa Candi Borobudur. Tulisannya lihat [di sini].
Pada Februari 1985 saya berkesempatan mengunjungi Candi Borobudur selama 14 hari. Jadi sehabis bom meledak. Waktu itu untuk penelitian ilmiah. Proposal saya tentang "Pengunjung dan Masalah Konservasi Candi Borobudur: Sebuah Penelitian Pendahuluan" disetujui oleh Jurusan Arkeologi UI.
Karena membawa surat, saya gampang saja turun naik Candi Borobudur. Beberapa tempat terlihat masih tertutup untuk pengunjung. Batu-batu yang pecah masih tampak di sekitar tempat itu. Saya cuma bisa bergumam, "Biadab kau".
Ketika itu saya tinggal di mess. Kalau hari biasa ada Mas Achmad, persis di kamar sebelah. Kalau akhir pekan Mas Achmad pulang ke Purwokerto. Saya sendirian, paling ngobrol sebentar dengan Mas Satpam yang piket.
Setiap pagi sehabis sarapan, saya mulai mengamati wisatawan. Dimulai dari pintu masuk hingga tempat penitipan tas. Setelah mereka naik candi pun saya amati. Diam-diam saya ikuti dari belakang. Ternyata lama waktu kunjung wisatawan mancanegara jauh lebih lama daripada wisatawan nusantara.
Saya pun mengamati alas kaki mereka. Bermacam-macam bahan mereka pakai. Alas kaki yang tergolong kasar tentu akan membahayakan batu candi.
Pemakaian alas kaki khusus, itulah kesimpulan saya kemudian. Ternyata pemakaian alas kaki khusus diaplikasikan oleh Balai Konservasi Borobudur sekitar dua tahun lalu. Begitu juga pelapisan anak tangga. Senang rasanya hasil penelitian saya 30 tahunan kemudian bermanfaat.
Begitulah setiap hari kerja saya. Siang hari saya makan di sebuah area yang sudah ditetapkan. Ada dua warung makan yang menjadi langganan saya. Maklum, saya dikenalkan oleh petugas Candi Borobudur. Soalnya mereka tahu mana orang lokal dan mana wisatawan. Harga makanan untuk wisatawan tentu lebih mahal.
Di area warung makan dan kios cendera mata, kondisi masih semrawut. Banyak bangunan tengah dibongkar. Nantinya di area itu akan dibangun taman wisata.
Beberapa keributan kecil sering terjadi antara petugas dengan penduduk setempat. Hal itu berkenaan dengan ganti untung tanah dan obyek di atasnya seperti pohon. Ternyata perlu 'akal-akalan' untuk mendapat ganti untung. Dan perlu 'kelihaian' untuk melawan 'akal-akalan' itu.
Menurut petugas ketika saya tanya, beberapa pohon itu milik tetangganya yang sudah diberi kompensasi. Pohon-pohon itu lalu dicabut dan ditanam di tempat yang belum terjamah petugas. Yang satu bersikeras pohon miliknya, petugas berdalih itu pohon tetangga jadi tidak dihitung.
Setiap pagi dan sore saya keliling. Wilayah di sana ibarat sehabis perang. Banyak tembok batu sudah hancur lebur. Bahkan rata dengan tanah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H