Bisa dipastikan sebagian besar masyarakat belum tahu apa yang disebut gambar cadas prasejarah. Namun kalau disebut lukisan pada gua purba, mungkin banyak yang lebih tahu. Maklum, istilah lukisan gua sudah populer lebih dulu daripada gambar cadas. Silakan baca tulisan saya [yang ini] dan [yang itu].
Kurang tepat memang kalau disebut lukisan gua. Soalnya lukisan purba yang berusia ribuan tahun, bukan hanya terdapat pada dinding dua. Banyak lukisan purba juga terdapat pada dinding bukit atau tebing. Bahkan pada tebing di sisi laut. Ada yang mudah dilihat, ada pula yang sukar dilihat dari kejauhan.
Gambar cadas prasejarah terdapat di banyak situs arkeologi. Situs yang sukar dicapai berada di Misool, Papua. Untuk perjalanan ke sana, perlu menyewa perahu sekitar Rp 1,5 juta. Perairan Misool sungguh bersih, maklum jarang didatangi orang.
Cerita tentang gambar cadas prasejarah dari Misool, diperbincangkan pada acara "Fotografer Kepoin Arkeolog" di Instagram Live pada Sabtu, 22 Agustus 2020. Fotografer Feri Latief pernah mengunjungi beberapa situs gambar cadas, termasuk di Misool.Â
Jadi ia banyak tahu tentang gambar cadas purba. Banyak foto hasil karya Feri Latief termuat dalam buku Gambar Cadas Prasejarah di Indonesia terbitan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemendikbud (2015).
Lawan bicara Feri adalah Yosua Adrian Pasaribu. Ia arkeolog muda yang mendokumentasikan gambar-gambar cadas di banyak situs arkeologi. Soal Misool ia banyak tahu.
Dari pembicaraan mereka berdua, kita tahu bahwa corat-coret atau vandalisme ada pada dinding gua. Nah, inilah penyakit bangsa kita. Selalu 'meninggalkan jejak' bahwa mereka telah berkunjung ke sebuah situs. Â
Sebenarnya di wilayah itu ada petugas rangers. Namun tugas mereka berhubungan dengan alam, misalnya melarang pemancing ilegal atau melarang pembuangan sampah ke laut. Tugas mereka belum mencakup ke budaya.
Seharusnya ada pendidikan buat para rangers itu untuk melestarikan tinggalan budaya yang sudah berusia tua itu. Apalagi di sana pernah ada pencurian patung kayu kuno setinggi kira-kira satu meter, berikut keramik dan tengkorak kepala.
Untung saja Feri dan Yosua punya dokumentasi artefak tersebut. Semoga artefak-artefak itu tidak diperjualbelikan di balai lelang internasional.
Corat-coret saja sudah perbuatan terkutuk, apalagi pencurian. Kita harapkan masyarakat awam sadar fungsi tinggalan-tinggalan budaya masa lampau. Merekalah yang akan menjadi 'polisi kepurbakalaan' yang peduli. "Benda-benda kuno di dalam piramida Mesir saja bisa dicuri, apalagi benda-benda kuno di alam terbuka," begitu komentar seorang peserta IG Live.
Banyak gambar cadas sudah pudar. Ini karena pengaruh cuaca selama ribuan tahun. Namun, kata Yosua, kini sudah ada aplikasi. Jadi gambar yang jelek bisa diservis jadi bagus. Gambar yang bagus tentu akan menolong peneliti-peneliti lain. Inilah dampak kemajuan teknologi.
Pelestarian tinggalan masa lampau. Itulah 'kunci' buat kita yang hidup pada masa sekarang dan mendatang. Sumber pembelajaran yang tidak akan habis.***
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H