Nama Sangiran sudah mendunia karena temuan tengkorak kepala manusia purba. Bahkan kemudian menjadi Situs Warisan Dunia. Keunggulan Sangiran adalah mampu memberikan gambaran mengenai berbagai evolusi budaya, flora, fauna, dan manusia. Bagian yang penting dari situs Sangiran adalah lapisan tanahnya. Sangiran sendiri menjadi bagian Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah.
Berbicara Sangiran, tentu tidak lepas dari fosil, istilah untuk organisme yang telah membatu tetapi masih memperlihatkan ciri fisik aslinya. Nah, Sangiran menjadi gudangnya fosil. Masyarakat setempat menyebutnya balung buto. Fosil yang ada di Sangiran bermacam-macam. Ada fosil tumbuhan. Ada juga fosil hewan atau fauna, bahkan lainnya.
Tadi pagi, Selasa, 9 Juni 2020 masalah fosil fauna dibicarakan dalam acara Webinar oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran. Dua arkeolog muda berbicara dalam kegiatan daring itu, yakni Mas Mirza Ansyori dari Universitas Kristen Satya Wacana dan Mas Dody Wiranto dari BPSMP Sangiran dengan pemantik Mbak Pipiet. Kegiatan dibuka oleh Plt. Kepala BPSMP Sangiran, Pak Sukronedi.
Fauna yang pernah hidup di Sangiran diketahui dari fosil-fosil yang ditemukan pada berbagai lapisan tanah. Lapisan tertua disebut lapisan formasi Kalibeng berumur 2,4 juta tahun yang lalu. Lapisan termuda dinamakan lapisan Notopuro berumur 250.000-70.000 tahun yang lalu. Â
Karena 2,4 juta tahun yang lalu masih berupa laut dalam, di Sangiran pernah ada hiu, pari, landak laut, lili laut, penyu, moluska, termasuk kerang mutiara raksasa. Pada masa yang lebih muda, dikenal fauna yang berasal dari rawa, yakni kepiting, labi-labi, buaya muara, buaya sungai, dan kuda air.Â
Lebih muda lagi muncul daratan dengan fauna darat berupa gajah, kerbau, banteng, antelop, menjangan, rusa, kijang, badk, babi, dan harimau. Dari temuan-temuan itu diketahui bahwa manusia purba dan fauna purba telah hidup berdampingan. Sebagian dari fauna itu merupakan hewan buruan, tentu untuk dikonsumsi.
Mas Mirza pernah melakukan penelitian dengan membawa satu ton tanah dari Sangiran. Setelah dipisah dan dianalisis ternyata diketahui ada hewan-hewan kecil seperti ikan dan tikus.
Kawasan Sangiran sangat luas. Maka sejak lama pihak pengelola situs Sangiran selalu melibatkan masyarakat. Jasa masyarakat sangat besar, terutama dengan temuan-temuan yang berarti bagi dunia ilmu pengetahuan. Menurut Mas Dody, pengelola Sangiran sering membimbing komunitas. Selain itu melakukan sosialisasi betapa pentingnya fosil. Sosialisasi antara lain berupa berbagi pengetahuan dan kunjungan ke lapangan.
Saat ini pengelola Sangiran, yang terdiri atas beberapa klaster, banyak memiliki fosil. Koleksi fosil disimpan di dalam tempat khusus dengan perawatan berkala mempertimbangkan suhu dan kelembaban. Menurut Mas Dody pula, temuan fosil tidak boleh langsung diangkat karena rapuh. Harus ditangani oleh pakarnya tentu saja.
Mengingat kegiatan dilakukan secara daring, siapa saja boleh mengikuti kegiatan ini asalkan terlebih dulu mendaftar. Banyak pertanyaan terlontar dalam kegiatan itu, antara lain bagaimana cara/metode mengenali sebuah temuan fosil di lapangan, bagaimana mengidentifikasi fosil manusia atau fosil fauna, apakah identifikasi fosil bisa dilakukan di lapangan, Â dan bagaimanakah cara seorang arkeolog menghidupkan fosil sehingga memiliki dongeng dan bisa dipelajari masyarakat dengan mudah.
Seorang warga dekat Sangiran mengaaukan pertanyaan sederhana, "Saya tinggal di Sambungmacan. Sejauh yang saya tahu, beberapa tahun lalu dilakukan ekskavasi di daerah desa Cemeng. Kalau tidak salah juga, kemarin ada pemuda yang menemukan fosil gading gajah. Sudah lama tidak ada kegiatan ekskavasi lagi di sini. Apakah kegiatan ekskavasi dilakukan hanya saat ada penemuan? Ataukah ada jangka waktu berapa tahun sekali dilakukan ekskavasi? Lalu, apakah masyarakat bisa dilibatkan dalam kegiatan ekskavasi?"
Serunya kegiatan daring adalah bisa diikuti masyarakat awam. Tentu mereka yang haus pengetahuan. Semoga masyarakat lebih berperan untuk melestarikan situs-situs arkeologi di Indonesia.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H