Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Situs Sangiran (Jawa Tengah) Pernah Hidup Hiu Purba dan Gajah Purba

9 Juni 2020   16:21 Diperbarui: 9 Juni 2020   16:30 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Temuan-temuan fosil oleh masyarakat (Foto: BPSMP Sangiran)

Mengingat kegiatan dilakukan secara daring, siapa saja boleh mengikuti kegiatan ini asalkan terlebih dulu mendaftar. Banyak pertanyaan terlontar dalam kegiatan itu, antara lain bagaimana cara/metode mengenali sebuah temuan fosil di lapangan, bagaimana mengidentifikasi fosil manusia atau fosil fauna, apakah identifikasi fosil bisa dilakukan di lapangan,  dan bagaimanakah cara seorang arkeolog menghidupkan fosil sehingga memiliki dongeng dan bisa dipelajari masyarakat dengan mudah.

Sebagian kecil peserta daring (Dokpri)
Sebagian kecil peserta daring (Dokpri)
Ada lagi yang bertanya soal keberadaan gajah Jawa, bagaimana cara atau strategi yang dapat dilakukan di lingkungan akademik agar studi fosil fauna dapat lebih diminati, bagaimana kita sebagai praktisi maupun akademisi di bidang fosil fauna bisa menghidupkan sains popular dari bidang fosil ini, bagaimana cara mengonservasi fosil yang ada dan ditemukan oleh para arkeolog, dan apa yang membedakan umur fosil yang ada dengan lapisan yang ditemukan contoh pada Sangiran terdapat beberapa lapisan dan menandakan berbagai zaman.

Seorang warga dekat Sangiran mengaaukan pertanyaan sederhana, "Saya tinggal di Sambungmacan. Sejauh yang saya tahu, beberapa tahun lalu dilakukan ekskavasi di daerah desa Cemeng. Kalau tidak salah juga, kemarin ada pemuda yang menemukan fosil gading gajah. Sudah lama tidak ada kegiatan ekskavasi lagi di sini. Apakah kegiatan ekskavasi dilakukan hanya saat ada penemuan? Ataukah ada jangka waktu berapa tahun sekali dilakukan ekskavasi? Lalu, apakah masyarakat bisa dilibatkan dalam kegiatan ekskavasi?"

Serunya kegiatan daring adalah bisa diikuti masyarakat awam. Tentu mereka yang haus pengetahuan. Semoga masyarakat lebih berperan untuk melestarikan situs-situs arkeologi di Indonesia.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun