Kunci sukses mereka adalah bekerja sama atau gotong royong dalam bentuk koperasi. Jadi tidak ada rasa bersaing. "Jangan seperti di sini, antara pedagang cendera mata ada perang harga," kata Pak Daud.
Saya berpikir, mungkin di Sangiran perlu dibuat bangunan yang menyerupai tengkorak manusia purba. Pintu masuk ada di bagian mulut.
Pak Daud mengusulkan situs Sangiran yang sangat luas itu memiliki berbagai fasilitas seperti kuliner khas, sarana bersepeda, wisata sawah, dan pembuatan cendera mata berkualitas.
Menurut ibu Septina, Sangiran memiliki banyak nilai penting karena situsnya pernah dihuni berbagai fauna. Fosil-fosilnya banyak ditemukan sejak lama. Yang terkenal tentu saja fosil tengkorak manusia purba yang disebut Homo erectus. "Homo erectus arkaik ditemukan pada formasi Pucangan, 1.500-800 ribu tahun yang lalu. Sementara Homo erectus tipik ditemukan pada formasi Kabuh, 700-300 ribu tahun lalu," kata ibu Septina.
Saat ini, kata Ibu Septina, masyarakat Sangiran tengah mengembangkan batik, tentu saja dengan motif yang diambil dari fosil-fosil purba.
Museum Sangiran dengan beberapa kluster memang menarik. Ada pertanyaan dari peserta diskusi, bagaimana peran pemerintah daerah. Ada lagi pertanyaan tentang bentuk koperasi yang bagaimana yang cocok diterapkan di situs-situs arkeologi. Bahkan ada seorang peserta yang mengharapkan Museum Sangiran bisa dipindahkan ke beberapa kota agar memudahkan anak didik belajar tentang masa lalu.
Gagasan tersebut cukup menarik. Mungkin alangkah baiknya, bila di beberapa daerah dibangun miniatur museum-museum tertentu yang disenangi masyarakat.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H