Ada dua hal yang diketahui masyarakat bila kita berbicara Sangiran, yakni manusia purba dan fosil. Sangiran memang ladang fosil. Dulu pemburu fosil marak sekali di sana. Bahkan banyak fosil diboyong ke mancanegara. Tentu saja oleh para wisatawan.
Namun kemudian para pencari atau pemburu fosil berhasil dibina. Maka penduduk sekitar mulai mencari fosil untuk diserahkan kepada Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran. Sebagian fosil dijadikan cendera mata. Â Saat ini kios-kios cendera mata ada di sekitar Museum Sangiran.
Lalu mau diapakan situs Sangiran yang sudah menjadi Warisan Dunia dan diakui Unesco itu? Memang situs tersebut bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, dari sisi Cagar Budaya. Sebagai situs warisan dunia, tentu keberadaannya perlu benar-benar dilindungi. Salah pengelolaan saja, status bergengsi itu bisa dicabut. Di sisi lain, bagaimana memberdayakan masyarakat sekitar? Jadi agar perekonomian masyarakat menjadi cerah.
Soal situs Sangiran bisa dilihat DI SINI. Lumayan banyak diakses masyarakat, lebih dari 11.000. Berarti masyarakat memang senang dengan informasi situs Sangiran.
Dalam masa pandemi ini, kembali BPSMP Sangiran menyelenggarakan ngobrol santai seputar "Revitalisasi Nilai Situs Manusia Purba Sangiran" lewat aplikasi Zoom. Â Pak Daud Aris Tanudirdjo dari Prodi Arkeologi UGM dan Ibu Septina Wardhani dari BPSMP Sangiran menjadi pembicara. Sebagai moderator Mas Khofif. Acara dibuka oleh Plt. Kepala BPSMP Sangiran, Pak Sukronedi.
Pak Sukronedi pernah menjadi Kepala BPSMP Sangiran. Saat ini beliau menjadi Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Berhubung Kepala BPSMP Sangiran baru purna tugas beberapa bulan lalu, dan belum ada pengganti, maka Pak Sukronedi sebagai Plt. Yang memberikan sambutan.
Pak Daud pertama menguraikan tentang pelestarian, yang bermakna pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Kemudian tentang penjabaran dan peraturan Unesco. Unesco adalah organisasi PBB yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Selanjutnya Pak Daud memberi contoh beberapa situs di mancanegara yang pengelolaannya melibatkan masyarakat. Misalnya di Taiwan, Jepang, dan Australia. Memang ketiga negara itu tingkat keprofesionalannya lebih maju dari Indonesia. Anak-anak usia Sekolah Dasar saja sudah dilibatkan oleh guru.
Di Australia yang terkenal dengan buaya, maka ada hotel yang dibuat berbentuk seperti hewan buas itu. Hotel ini ramai dikunjungi wisatawan. Di dekat hotel ada lagi fasilitas seperti toko cendera mata, restoran, dan berbagai fasilitas hiburan.
Kunci sukses mereka adalah bekerja sama atau gotong royong dalam bentuk koperasi. Jadi tidak ada rasa bersaing. "Jangan seperti di sini, antara pedagang cendera mata ada perang harga," kata Pak Daud.
Saya berpikir, mungkin di Sangiran perlu dibuat bangunan yang menyerupai tengkorak manusia purba. Pintu masuk ada di bagian mulut.
Pak Daud mengusulkan situs Sangiran yang sangat luas itu memiliki berbagai fasilitas seperti kuliner khas, sarana bersepeda, wisata sawah, dan pembuatan cendera mata berkualitas.
Menurut ibu Septina, Sangiran memiliki banyak nilai penting karena situsnya pernah dihuni berbagai fauna. Fosil-fosilnya banyak ditemukan sejak lama. Yang terkenal tentu saja fosil tengkorak manusia purba yang disebut Homo erectus. "Homo erectus arkaik ditemukan pada formasi Pucangan, 1.500-800 ribu tahun yang lalu. Sementara Homo erectus tipik ditemukan pada formasi Kabuh, 700-300 ribu tahun lalu," kata ibu Septina.
Saat ini, kata Ibu Septina, masyarakat Sangiran tengah mengembangkan batik, tentu saja dengan motif yang diambil dari fosil-fosil purba.
Museum Sangiran dengan beberapa kluster memang menarik. Ada pertanyaan dari peserta diskusi, bagaimana peran pemerintah daerah. Ada lagi pertanyaan tentang bentuk koperasi yang bagaimana yang cocok diterapkan di situs-situs arkeologi. Bahkan ada seorang peserta yang mengharapkan Museum Sangiran bisa dipindahkan ke beberapa kota agar memudahkan anak didik belajar tentang masa lalu.
Gagasan tersebut cukup menarik. Mungkin alangkah baiknya, bila di beberapa daerah dibangun miniatur museum-museum tertentu yang disenangi masyarakat.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H