Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Penyusun Kamus Legendaris yang Wajib Kamu Ketahui

25 Mei 2020   11:35 Diperbarui: 25 Mei 2020   15:19 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Wojowasito dan salah satu karyanya (Dokpri)

Selain ensiklopedia, buku referensi lain yang dianggap penting adalah kamus. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya. Arti lain kamus adalah buku yang memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya.

1. W.J.S. Poerwadarminta

KBBI merupakan penyempurnaan dari buku sejenis, Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) karya W.J.S. Poerwadarminta. Wilfridus Josephus Sabarija Poerwadarminta, begitulah nama lengkap beliau. Poerwadarminta (12 September 1904-28 November 1968) dipandang pekamus atau leksikograf ulung yang dimiliki Indonesia.

Kamus Umum Bahasa Indonesia karya Poerwadarminta (Dokpri)
Kamus Umum Bahasa Indonesia karya Poerwadarminta (Dokpri)
Ia telah menghasilkan banyak kamus, seperti Kamus Indonesia-Inggris. Namun karyanya yang paling fenomenal adalah KUBI. KUBI pertama kali dicetak pada 1953 oleh Perpustakaan Kementerian PPK. Selanjutnya diambil alih oleh Balai Pustaka. Selama bertahun-tahun KUBI telah berkali-kali cetak ulang, sebelum akhirnya disempurnakan menjadi KBBI.

Poerwadarminta juga dikenal sebagai tokoh sastra. Dalam menulis, ia memakai nama samaran Ajirabas, yang merupakan kebalikan dari nama Sabarija.

Poerwadarminta pernah menjadi guru. Buku pertamanya adalah Mardi Kawi (1930), sedangkan kamus pertamanya, Kawi Djarwa (1931).

Menurut Wikipedia, ia pernah dicalonkan untuk menerima gelar Honoris Causa, tetapi ditolaknya. Akhirnya pemerintah memberi penghargaan Satya Lencana Kebudayaan (1969). Jabatan terakhirnya adalah pegawai Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan.

Poerwadarminta (kiri/tirto.id) dan Hassan Shadily (kanan/tribunnews.com)/Dokpri
Poerwadarminta (kiri/tirto.id) dan Hassan Shadily (kanan/tribunnews.com)/Dokpri

2. Wojowasito

Tokoh lain yang dikenal sebagai leksikograf adalah S. Wojowasito. Beliau pernah menjadi dosen di Universitas Negeri Malang sekarang. Saya cari-cari di internet ternyata belum ada biodata beliau. Namun dari salah satu bukunya, Kamus Kawi-Indonesia, diketahui beliau tamat AMS pada 1939.

Pada 1950-1954, ia menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pada 1955-1964 ia menjadi dosen FKIP Malang. Selanjutnya pada 1973-1974 menjadi guru besar tamu pada University of Michigan, AS.

Selain kamus, Pak Wojowasito juga menulis Sejarah Kebudayaan Indonesia dan Ilmu Kalimat Strukturil. Rupanya Pak Wojowasito juga dikenal sebagai ahli kebudayaan. Pak Wojowasito pernah menulis kamus bersama Pak Poerwadarminta.

Menurut catatan Worldcat Identities OCLC, sebagaimana laman Jurusan Sastra Indonesia UNM, selama hayatnya Wojowasito sudah menulis 52 buku/kamus serius dan 218 karya ilmiah lain yang dipublikasikan dalam sembilan bahasa. Karya-karya beliau dikoleksi oleh 835 perpustakaan yang tersebar di berbagai negara di dunia.

Pak Wojowasito dan salah satu karyanya (Dokpri)
Pak Wojowasito dan salah satu karyanya (Dokpri)

3. Hassan Shadily

Nama ketiga yang berhubungan dengan kamus adalah Hassan Shadily. Ia lahir pada 20 Mei 1920 dan meninggal pada 10 September 2000.

Bersama John M. Echols, Hassan berhasil menyusun Kamus Indonesia-Inggris dan Kamus Inggris-Indonesia. Kedua kamus telah berkali-kali cetak ulang.

Ketika mendapat beasiswa Fullbright, Hassan Shadily mengambil pendidikan master sosiologi di Cornell University (1952-1955). Di sini, Hassan berkenalan dengan John M. Echols, yang mengajaknya terlibat dalam proyek penyusunan kamus Indonesia-Inggris yang sedang dikerjakan.

Kedua leksikograf itu, sebagaimana tribunnews.com, menghasilkan buku An Indonesian-English Dictionary, diterbitkan Cornell University Press pada 1961. Menyusul An English-Indonesian Dictionary pada 1975.

Kedua buku itu kemudian diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama di Indonesia sebagai Kamus Indonesia-Inggris dan Kamus Inggris-Indonesia mulai 1976. Sejumlah revisi telah dilakukan terhadap kedua kamus.

Begitulah kisah singkat tiga penyusun kamus legendaris yang wajib kamu ketahui. Tak kenal maka tak sayang.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun