Sampai saat ini museum yang dianggap terbesar di Indonesia adalah Museum Nasional. Museum yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat 12, Jakarta Pusat, ini memiliki 190.000-an koleksi. Koleksi-koleksi tersebut ada yang berusia ribuan tahun, ada yang berusia puluhan tahun hingga ratusan tahun.
Ditinjau dari bahan yang digunakan, Museum Nasional memiliki koleksi berbahan batu, tanah liat, logam, kayu, kulit, dan kain. Karena sudah berusia tua, tentu saja koleksi-koleksi tersebut perlu perawatan. Sebagaimana manusia perlu check up kesehatan.
Ruang pamer
Dari 190.000-an koleksi, hanya sekitar dua persen yang berada di ruang pamer. Di ruang pamer sendiri, koleksi-koleksi itu ditempatkan dalam ruang terbuka dan ruang tertutup. Koleksi dalam ruang tertutup atau vitrin dilengkapi pengatur kelembaban dan silika gel untuk menyerap uap air. Beberapa perlengkapan lain juga ada di sini. Maklum, yang namanya koleksi museum, nilainya amat luar biasa.
Di Museum Nasional perawatan koleksi menjadi tugas Bidang Perawatan dan Pengawetan yang sering disingkat Bidang Konservasi. Orangnya disebut konservator. Menurut PP Museum No. 66/2015, konservator adalah petugas teknis yang melakukan kegiatan pemeliharaan dan perawatan koleksi. Bidang Konservasi Museum Nasional memiliki beberapa seksi, antara lain Seksi Observasi, Seksi Perawatan, dan Seksi Pengawetan.
Dokternya museum
Para konservator boleh dibilang menjadi "dokternya" museum. Mereka akan memeriksa "kesehatan" koleksi sekaligus melakukan pengobatan. Umumnya 'penyakit' koleksi berasal dari cuaca, hewan, tumbuhan, dan memang 'penyakit tua'.
Panas, angin, dan hujan yang silih berganti tentu saja berpengaruh pada koleksi, terutama yang berada di ruang terbuka. Belum lagi jamur, lumut, dan tumbuhan kecil. Musuh lain bagi koleksi adalah kotoran burung dan serangga, termasuk rayap.
Bagian observasi bertugas melihat kualitas dan kuantitas kerusakan. Dari sinilah kelihatan apa yang harus dilakukan, seperti penambalan, penyambungan, pergantian bahan, penyemprotan, dan pengasapan.
Menangani koleksi yang cuma terjangkit "flu" cukup gampang. Obatnya sederhana. Biasanya dengan cairan kimia yang banyak terdapat di pasaran. Lain halnya kalau koleksi sudah terjangkit "Covid-19". Sejumlah "dokter museum" harus terlibat di dalamnya. Obatnya pun harus dipesan secara khusus.
Memelihara
Memelihara memang lebih sulit daripada mendapatkan. Soalnya memelihara dilakukan untuk waktu panjang atau selama mungkin. Memelihara yang dua persen saja lumayan sulit. Bagaimana nasib koleksi Museum Nasional yang 98 persen lagi?
Menurut Kepala Museum Nasional Pak Siswanto, nanti ada tata pamer baru dengan topik "Menjadi Indonesia". Â Akan ada rotasi koleksi sehingga masyarakat tidak bosan. Rotasi koleksi memang harus dilakukan secara periodik, taruhlah setiap dua tahun.
Ada usulan dari peserta Zoom pada acara 14 Mei 2020 kemarin agar kegiatan konservasi bisa dilihat masyarakat umum. Menurut Ibu Ita Yulita, setiap Rabu Museum Nasional sudah mengundang masyarakat untuk membantu konservasi koleksi. Untuk tahap pertama, yang terlibat adalah mahasiswa.
Menyambut Hari Museum Internasional setiap 18 Mei, sejak 12 Mei 2020 Museum Nasional menyelenggarakan acara daring. Kelebihan acara daring bisa diikuti peserta dari luar Jakarta. Covid-19 memang telah mengubah kegiatan tatap muka menjadi kegiatan jarak jauh. Semoga ke depan ada dua variasi kegiatan.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI