Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Masyarakat Awam Menawarkan Uang Kuno, Harganya di Luar Akal Sehat

10 Mei 2020   19:15 Diperbarui: 8 Juni 2021   15:45 7639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koin berkarat yang ditawarkan dengan harga tinggi (Dokpri)

Bisa dipastikan mereka terpengaruh internet terutama toko online dan youtube. Bayangkan, koin kotor dan masih relatif baru yang berumur 20-an tahun, ditawarkan dengan harga ratusan ribu hingga jutaan. Yang mau menjual 'uang kuno' memang banyak, tapi belum tentu ada yang berminat. Selain harganya tinggi, kondisinya pun tidak mendukung.

Kondisi yang disukai kolektor atau numismatis (Dokpri)
Kondisi yang disukai kolektor atau numismatis (Dokpri)
Akal sehat

Saya pernah melihat uang kertas bergambar Jenderal Sudirman seperti di atas ditawarkan dengan harga Rp 200.000. Uang ini bersejarah, tadinya gak mau saya jual, ujar si pemosting. Padahal, harga koleksi sejenis untuk kondisi mulus paling sekitar Rp 20.000. Harga mata uang kertas Indonesia umumnya berpatokan pada buku katalog uang kertas, yang sudah beberapa kali diterbitkan.

Baca juga : Banyak Tulisan dan Tayangan tentang "Uang Kuno" hanya demi Mengejar "Pageview" atau "Monetisasi"

Begitu pun koleksi koin. Dijual koin kuno 1945, 2 juta angkut, demikian tulis si pemosting. "Jangan bermimpi bung," ujar yang satu. "Emang berlapis emas," ujar yang lain. "Harganya di luar akal sehat," ada lagi yang berkomentar begitu. Segala bully-an pun keluar. Memang, untuk kondisi kotor seperti yang diposting, harganya paling sekitar Rp 5.000. Uang seperti itu, lazim disebut benggol atau uang kerokan, terbuat dari tembaga. Saking banyaknya produksi 1945, uang benggol banyak dijuali secara kiloan.

Jadi, harga 'uang kuno' tergantung 'grade' atau kondisi. Kondisi lecek, layu, terlipat, kotor, berkarat, dan aus pasti tidak diminati kolektor. Soalnya koleksi sejenis masih banyak di pasaran, terutama pedagang numismatik.***    

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun