Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kondisi Gambar Cadas Tertua di Dunia di Maros (Sulawesi Selatan), Buruk karena Iklim dan Manusia

13 Desember 2019   12:27 Diperbarui: 13 Desember 2019   12:42 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai bentuk lukisan gua (Foto: Ratno Sardi)

Pada kesempatan itu Pak Rustan mengatakan, "Puluhan ribu tahun yang lalu nenek moyang manusia menitipkan pengetahuannya bagi orang yang berdedikasi melahirkan pengetahuan baru untuk kita, lalu kita telah berbuat apa untuk mewariskannya bagi orang-orang berdedikasi berikutnya?"

"Ada nilai-nilai peradaban pada gambar-gambar cadas yang berperan dalam proteksi kawasan karst yang kaya sebagai tandon air dan daur hidrologi. Kemudian nilai-nilai peradaban untuk pembangunan berkelanjutan," kata Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Pak I Made Geria.

Bebeberapa bagian sudah ada tanda-tanda pengelupasan (Foto: Ratno Sardi)
Bebeberapa bagian sudah ada tanda-tanda pengelupasan (Foto: Ratno Sardi)

Pelestarian

Soal pelestarian kawasan karst itu mendapat perhatian dari sebuah perusahaan semen di sana. Saat ini sekitar 3,5 hektar sudah terlindungi. Sekarang yang menjadi masalah tentu gua tersebut akan menjadi 'nilai penting' dari segi ekonomi (pariwisata) atau budaya (pelestarian). Apakah pengunjung akan sengaja mengunjungi gua purba atau cukup melihat ruang pameran yang dilengkapi gambar digital?

Saya pernah membaca tulisan tentang gua purba di Meksiko yang rusak karena padatnya pengunjung. Udara dari tubuh manusia tentu lama kelamaan akan merusak lukisan. Belum lagi vandalisme pengunjung. Nah, faktor ini harus menjadi perhatian. Pemasukan dari pariwisata jelas penting. Namun memelihara karya nenek moyang yang tidak mungkin dicipta ulang itu, jauh lebih penting.

Pak Budianto Hakim, peneliti dari Balai Arkeologi Sulawesi Selatan mengharapkan temuan yang sudah mendunia itu harus dikemas dengan baik. "Pemerintah Perancis butuh waktu bertahun-tahun untuk mengemas gua prasejarah sehingga dikenal secara internasional," katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun