"Penggambaran figur pemburu dalam bentuk therianthropes merupakan bukti tertua bagi kemampuan manusia untuk mengimajinasikan keberadaan supernatural yang merupakan titik permulaan pengalaman terhadap kepercayaan rohani," demikian kata tim peneliti sebagaimana termuat dalam Jurnal Nature.
Penelitian tersebut merupakan kolaborasi antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Griffith University Australia. Tentu saja dengan dukungan dari Balai Arkeologi Sulawesi Selatan dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Â
Hasil penelitian itu dipaparkan di Gedung A, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada Kamis, 12 Desember 2019. Hadir Adhi Agus Oktaviana (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional), Rustan Lebe (Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan), Budianto Hakim (Balai Arkeologi Sulawesi Selatan), dan Maxime Aubert (Griffith University).
Pemaparan dimoderatori oleh Pak Pindi Setiawan, staf pengajar ITB yang juga peneliti gua. Bahkan salah satu gua dinamakan Gua Pindi, karena ditemukan oleh beliau.
"Pemburu yang digambarkan pada dinding gua adalah sosok sederhana dengan tubuh seperti manusia dengan kepala atau bagian tubuh lainnya berasal dari burung, reptil, dan spesies endemik Sulawesi," kata Adhi atau akrab disapa AA.
AA adalah arkeolog muda yang mempelajari seni cadas di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Raja Ampat, dan Misool. Kini ia sedang menempuh pendidikan S-3 di Australia.
Therianthropes tadi digambarkan sedang menangkap enam mamalia yang melarikan diri, dua ekor babi rusa dan empat anoa. Alat yang dipergunakan cuma tali panjang.
"Hal ini merupakan pertama kalinya lukisan gua digambarkan secara mendetail, yang secara narasi visual berasal dari awal masa seni cadas di seluruh dunia. Padahal, selama ini diketahui bahwa seni cadas pertama ditemukan di Eropa yang menggambarkan simbol abstrak," demikian tulis Nature.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H